Senin, 14 Oktober 2013

Antar perjanjian dan Kanon


Memahami Kriteria-Kriteria Kanon Dan Manfaatnya Bagi Gereja Saat Ini

I.                   Pendahuluan
Sebelumnya kita telah membahas latar belakang sejarah munculnya kanon. Pada sajian kita kali ini, kita akan membahas apa saja yang menjadi kriteria-kriteria agar satu kitab dapat dikanonkan. Pada sajian kali ini juga akan dibahas manfaat kanonisitas bagi gereja. Semoga sajian kita kali ini dapat menambah wawasan kita semua.

II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Kanon
Dalam bahasa Yunani kata kanon berarti penggaris atau ukuran dan dikenakan pada kitab-kitab dalam Alkitab yang dianggap otoritatif.[1] Istilah kanon dipinjam oleh orang Yunani dari orang Semit yang meminjamnya dari orang Sumer. Semula artinya ialah Buluh. Karena buluh itu dipakai untuk mengukur, maka kata itu mendapat beberapa arti sehubungandengan pengukuran, misalnya pengukur, norma, hukum, batas, daftar dan indeks.[2]

2.2. Kanon Kitab Suci Secara Umum
Pembentukan kanon atau daftar kitab-kitab suci yang diakui bangsa Yahudi dan umat Kristen tidak direncanakan terjadinya suatu kanon adalah hasil suatu hasil refleksi atas kitab-kitab suci yang sudah ada dan dihormati sebelum proses ini dimulai. Di kitab Ulangan (sebelum abad ke-5 SM) umat sudah diperingatkan: jangan menambahi apa yang Kuperintahkan kepadamu dan jangan menguranginya. Dan Yesus memerintahkan: Ajarilah mereka melakukan segalanya, yang telah Aku perintahkan kepadamu dan ingatlah apa yang telah Ia katakan waktu masih di Galilea. Sejak awal dan sampai akhir semuanya tidak kurang tidak tambah harus diteruskan. Pandangan ini berabad-abad terdapat di umat Allah. Kitab-kitab tertentu akhirnya diterima antara lain karena meneruskan kitab-kitab sebelumnya dengan setia dan mempunyai sejarah sendiri-sendiri, yang kadang cukup panjang. Sebab, kitab suci PL dan PB tidak muncul sekaligus. Penerimaan kedalam kanon tidak diputuskan oleh satu instansi, namun diyakini oleh umat-umat Yahudi dan/atau Kristen. Penerimaan ini tidak sel;alu berjalan sinkron, antara lain karena penyebaran suatu kitab tidak berlangsung merata dan kadang perlu waktu agak lama sampai dikenal baik oleh seluruh umat. Kitab suci tidak menumbuhkan umat, tetapi timbul didalam umat beriman sebagai wujud pengalaman yang nyata dengan Allah. Inilah proses dan inspirasi, salah satu unsure pokok  terjadinya gereja awal, sebagai norma untuk gereja segala zaman. Gereja tidak menciptakan Alkitab, yang timbul bersma dengan-Nya pada masa awal yang konstitutif baginya. Allah mengadakan gereja dan Alkitab sebagai sabdanya. Berkat Roh Allah umat menyadari bahwa gereja dan kitab-kitab yang diterima itu konatural (sejiwa). Gereja sesuai gereja verbal menginterpretasikan Alkitab dengan wewenang tetapi tidak menambahnya. Kitab suci tidak jatuh dari sorga tepat naskah aslinya disimpan. Para pengarang/redaktur di inspirasi Roh kudus supaya menulis apa yang di inginkan Allah agar diketahui oleh umat-Nya tentang Dia serta kehendak-Nya. Gaya mengarang dan sastra para penulis tetaplah berbeda maka umat-umat tersebuit kadang berkeberatan sebentar untuk menrima kitab-kitab terentu (misalnya kidung agung, surat kepada orang Ibrani). Selain itu, terdapat banyak kitab yang mirip dengan yang termasuk kanon, namun ditolak. Sebab kitab yang bersangkutan tidak diterima (proses resepsi) oleh umat-umat sebagai pesan Allah.[3]

2.3. Kriteria Kanon Pl dan PB
2.3.1.      Kriteria PL
Pengkanonisasian kitab-kitab PL terjadi disidang raya (sinode) Jamnia (± 150 M), dimana para Rabi Yahudi memutuskan bahwa juga kidung Agung, Ester dan Pengkhotbah haruslah dimuat dalam kanon.[4] Berikut ini merupakan krtiteria-kriteria pengkanonisasian kitab-kitab PL:
a.      Ucapan-ucapan yang berwibawa
Israel mulai mengenal konsep kanon ketika mereka menerima hukum taurat dengan perantaraan Musa digunung Sinai. Allah memberikan Firman-Nya, Israel berikrar untuk menaatinya dan Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel. 24: 3-4). Benih-benih Kanon telah ada lebih daripada itu, yaitu, ketika orang-orang Isarael menyadari peran mereka yang khusus dalam rencana keselamatan. Mereka harus menjunjung tinggi perintah-perintah dan janji-janji Allah yang dikukuhkan kepada bapak-bapak leluhur Israel sebagai Firman Allah yang Kudus yang dapat memberikan kekuatan dan penghiburan.



b.      Tulisan-tulisan yang berwibawa
Menurut Ulangan 31:24-26, Musa “ selesai menuliskan poerkataan hukum taurat itu dalam sebuah kitab” dan memerintahkan orang-orang lewi, “letakkanlah disamping tabut perjanjian…..supaya jadi saksi disitu terhadap engkau”. Otoritas yang mengikat dari kitrab itu ditegaskan kembali kepada Yosua, “janganlah kamu lupa memeperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam” (Yos. 1:8).

c.       Kumpulan kitab-kitab berwibawa
Secara tradisional, kitab-kitab suci Yahudi dibagi nmenjadi 3 bagian, yaitu taurat, nabi-nabi dan kitab lainnya. Mungkin sekali pembagian itu tidak aneh menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam isi tetatpi juga memperlihatkan 4 tahap dalam pembentukan kanon.[5]

d.      Kanonisitas dikaitkan dengan perjanjian
Bila disederhanakan, taurat mendirikan perjanjian Allah, kitab sejarah mengaambarkan ketaatan dan ketidaktaatan umat Israel pada perjanjian, Kitab para nabi memanggil umat supaya kembali kepada hubungan perjanjian yang semestinya, dan kitab Hikmat memerluas tema ketaatan pada perjanjian.

e.       Kanonisitas PL diteguhkan oleh PB
Di seluruh PB terdapat 250 kjali kutipan PL. Yesus sendiri dalam pengajaran-Nya 31 kali mengutip atau merujuk kepada PL sebagai firman Allah yang berotoritas. Yesus dan para penulios PB sedikitpun tidak memersoalkan otoritas PL sebagai Firman Allah. Dan intinya adalah Pengajaran Yesus tidak bertentangan dengan ajaran PL.

f.       Kanonisitas diteguhkan oleh pemakaiannya
Kanonisitas PL dalam praktik diteguhkan dengan pemakaiannya dalam ibadah umat Israel (Liturgi).[6]            `

2.3.2.      Kriteria PB
Secara umum kriteria kano Perjanjian Baru berkisar pada empat hal, yaitu:
a.      Daftar Kanon dari Bapa-bapa gereja
Bermanfaat untuk memberikan gambaran kepada kita bahwa itulah kitab-kitab PB yang dipakai di gereja-gereja pada waktu itu.

b.      Kerasulan
Kanonisasi PB ditentukan dalam kaitannya dengan rasul atau zaman Rasul

c.       Ortodoksi
Kanonisitas PB juga bergantung pada ortodoksi teologi dan etika dari kitab-kitab PB secara keseluruhan. Sekalipun isi kitab yang satu dengan yang lain bisa berbeda penekanan, namun pada dasarnya tidak ada kontra diksi.

d.      Katolisitas
Kanonisitas PB juga menyangkut Katolisitas. Kitab-kitab PB terpelihara karena bermanfaat untuk mayoritas jemaat pada awal sampai sekarang.[7]

e.       Reliabilitas
Saksi dari Yesus Kristus dan kesepakatan luas gereja-gereja.[8]

2.4. Manfaat Pengkanonan pada gerja pada saat ini
Penetapan Kanon itu sangat penting, sebab dengan itu gereja menyatakan dengan terus terang, bahwa masa pernyataan Tuhan telah diakhiri dengan PB. Sebab itu setiap gerakan atau aliran rohani yang baru, wajib membuktikan bahwa ajarannya dan tujuannya sesuai kitab-kitab yang termasuk dalam kanon resmi. Gereja tunduk pada kuasa yang lebih tinggi dan lebih tua daripada kuasanya sendiri, yakni kuasa Firman Tuhan yang terdapat dalam Alkitab. Dengan demikian sebenarnya tradisi gereja sekali-kali tidak boleh mempunyai kuasa sendiri. Dikemudian hari hal itu dipegang teguh oleh gereja Protestan, tetapi kurang diingat oleh Gereja Katolik Roma.[9]


[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab,( Jakarta: BPK-GM, 2009), 170
[2] W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 45
[3] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja IV K-KL,( Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2005), 18-19
[4] J. Bloommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 11
[5] Bloommendaal, Op., cit., 46-47
[6] Yonky Karman, bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 5-6
[7] Ibid, 7
[8] Browning, Op., cit., 172
[9] H. Berkhof, I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1995), 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar