Memahami
Kriteria-Kriteria Kanon Dan Manfaatnya Bagi Gereja Saat Ini
I.
Pendahuluan
Sebelumnya
kita telah membahas latar belakang sejarah munculnya kanon. Pada sajian kita
kali ini, kita akan membahas apa saja yang menjadi kriteria-kriteria agar satu
kitab dapat dikanonkan. Pada sajian kali ini juga akan dibahas manfaat
kanonisitas bagi gereja. Semoga sajian kita kali ini dapat menambah wawasan
kita semua.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Kanon
Dalam
bahasa Yunani kata kanon berarti penggaris atau ukuran dan dikenakan pada
kitab-kitab dalam Alkitab yang dianggap otoritatif.[1]
Istilah kanon dipinjam oleh orang Yunani dari orang Semit yang meminjamnya dari
orang Sumer. Semula artinya ialah Buluh. Karena buluh itu dipakai untuk
mengukur, maka kata itu mendapat beberapa arti sehubungandengan pengukuran,
misalnya pengukur, norma, hukum, batas, daftar dan indeks.[2]
2.2. Kanon Kitab Suci Secara Umum
Pembentukan
kanon atau daftar kitab-kitab suci yang diakui bangsa Yahudi dan umat Kristen
tidak direncanakan terjadinya suatu kanon adalah hasil suatu hasil refleksi
atas kitab-kitab suci yang sudah ada dan dihormati sebelum proses ini dimulai.
Di kitab Ulangan (sebelum abad ke-5 SM) umat sudah diperingatkan: jangan
menambahi apa yang Kuperintahkan kepadamu dan jangan menguranginya. Dan Yesus
memerintahkan: Ajarilah mereka melakukan segalanya, yang telah Aku perintahkan
kepadamu dan ingatlah apa yang telah Ia katakan waktu masih di Galilea. Sejak
awal dan sampai akhir semuanya tidak kurang tidak tambah harus diteruskan.
Pandangan ini berabad-abad terdapat di umat Allah. Kitab-kitab tertentu akhirnya
diterima antara lain karena meneruskan kitab-kitab sebelumnya dengan setia dan
mempunyai sejarah sendiri-sendiri, yang kadang cukup panjang. Sebab, kitab suci
PL dan PB tidak muncul sekaligus. Penerimaan kedalam kanon tidak diputuskan
oleh satu instansi, namun diyakini oleh umat-umat Yahudi dan/atau Kristen.
Penerimaan ini tidak sel;alu berjalan sinkron, antara lain karena penyebaran
suatu kitab tidak berlangsung merata dan kadang perlu waktu agak lama sampai
dikenal baik oleh seluruh umat. Kitab suci tidak menumbuhkan umat, tetapi
timbul didalam umat beriman sebagai wujud pengalaman yang nyata dengan Allah.
Inilah proses dan inspirasi, salah satu unsure pokok terjadinya gereja awal, sebagai norma untuk
gereja segala zaman. Gereja tidak menciptakan Alkitab, yang timbul bersma
dengan-Nya pada masa awal yang konstitutif baginya. Allah mengadakan gereja dan
Alkitab sebagai sabdanya. Berkat Roh Allah umat menyadari bahwa gereja dan
kitab-kitab yang diterima itu konatural (sejiwa). Gereja sesuai gereja verbal
menginterpretasikan Alkitab dengan wewenang tetapi tidak menambahnya. Kitab
suci tidak jatuh dari sorga tepat naskah aslinya disimpan. Para
pengarang/redaktur di inspirasi Roh kudus supaya menulis apa yang di inginkan
Allah agar diketahui oleh umat-Nya tentang Dia serta kehendak-Nya. Gaya
mengarang dan sastra para penulis tetaplah berbeda maka umat-umat tersebuit
kadang berkeberatan sebentar untuk menrima kitab-kitab terentu (misalnya kidung
agung, surat kepada orang Ibrani). Selain itu, terdapat banyak kitab yang mirip
dengan yang termasuk kanon, namun ditolak. Sebab kitab yang bersangkutan tidak
diterima (proses resepsi) oleh umat-umat sebagai pesan Allah.[3]
2.3. Kriteria Kanon Pl dan PB
2.3.1. Kriteria PL
Pengkanonisasian
kitab-kitab PL terjadi disidang raya (sinode) Jamnia (± 150 M), dimana para
Rabi Yahudi memutuskan bahwa juga kidung Agung, Ester dan Pengkhotbah haruslah
dimuat dalam kanon.[4]
Berikut ini merupakan krtiteria-kriteria pengkanonisasian kitab-kitab PL:
a. Ucapan-ucapan yang berwibawa
Israel
mulai mengenal konsep kanon ketika mereka menerima hukum taurat dengan
perantaraan Musa digunung Sinai. Allah memberikan Firman-Nya, Israel berikrar
untuk menaatinya dan Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel. 24: 3-4).
Benih-benih Kanon telah ada lebih daripada itu, yaitu, ketika orang-orang
Isarael menyadari peran mereka yang khusus dalam rencana keselamatan. Mereka
harus menjunjung tinggi perintah-perintah dan janji-janji Allah yang dikukuhkan
kepada bapak-bapak leluhur Israel sebagai Firman Allah yang Kudus yang dapat
memberikan kekuatan dan penghiburan.
b. Tulisan-tulisan yang berwibawa
Menurut
Ulangan 31:24-26, Musa “ selesai menuliskan poerkataan hukum taurat itu dalam
sebuah kitab” dan memerintahkan orang-orang lewi, “letakkanlah disamping tabut
perjanjian…..supaya jadi saksi disitu terhadap engkau”. Otoritas yang mengikat
dari kitrab itu ditegaskan kembali kepada Yosua, “janganlah kamu lupa
memeperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam” (Yos.
1:8).
c. Kumpulan kitab-kitab berwibawa
Secara
tradisional, kitab-kitab suci Yahudi dibagi nmenjadi 3 bagian, yaitu taurat,
nabi-nabi dan kitab lainnya. Mungkin sekali pembagian itu tidak aneh menunjukkan
perbedaan-perbedaan dalam isi tetatpi juga memperlihatkan 4 tahap dalam pembentukan
kanon.[5]
d. Kanonisitas dikaitkan dengan
perjanjian
Bila
disederhanakan, taurat mendirikan perjanjian Allah, kitab sejarah mengaambarkan
ketaatan dan ketidaktaatan umat Israel pada perjanjian, Kitab para nabi
memanggil umat supaya kembali kepada hubungan perjanjian yang semestinya, dan
kitab Hikmat memerluas tema ketaatan pada perjanjian.
e. Kanonisitas PL diteguhkan oleh PB
Di
seluruh PB terdapat 250 kjali kutipan PL. Yesus sendiri dalam pengajaran-Nya 31
kali mengutip atau merujuk kepada PL sebagai firman Allah yang berotoritas.
Yesus dan para penulios PB sedikitpun tidak memersoalkan otoritas PL sebagai
Firman Allah. Dan intinya adalah Pengajaran Yesus tidak bertentangan dengan
ajaran PL.
f. Kanonisitas diteguhkan oleh
pemakaiannya
Kanonisitas
PL dalam praktik diteguhkan dengan pemakaiannya dalam ibadah umat Israel
(Liturgi).[6] `
2.3.2. Kriteria PB
Secara
umum kriteria kano Perjanjian Baru berkisar pada empat hal, yaitu:
a. Daftar Kanon dari Bapa-bapa gereja
Bermanfaat
untuk memberikan gambaran kepada kita bahwa itulah kitab-kitab PB yang dipakai
di gereja-gereja pada waktu itu.
b. Kerasulan
Kanonisasi
PB ditentukan dalam kaitannya dengan rasul atau zaman Rasul
c. Ortodoksi
Kanonisitas
PB juga bergantung pada ortodoksi teologi dan etika dari kitab-kitab PB secara
keseluruhan. Sekalipun isi kitab yang satu dengan yang lain bisa berbeda
penekanan, namun pada dasarnya tidak ada kontra diksi.
d. Katolisitas
Kanonisitas
PB juga menyangkut Katolisitas. Kitab-kitab PB terpelihara karena bermanfaat
untuk mayoritas jemaat pada awal sampai sekarang.[7]
e. Reliabilitas
Saksi
dari Yesus Kristus dan kesepakatan luas gereja-gereja.[8]
2.4. Manfaat Pengkanonan pada gerja
pada saat ini
Penetapan
Kanon itu sangat penting, sebab dengan itu gereja menyatakan dengan terus
terang, bahwa masa pernyataan Tuhan telah diakhiri dengan PB. Sebab itu setiap
gerakan atau aliran rohani yang baru, wajib membuktikan bahwa ajarannya dan
tujuannya sesuai kitab-kitab yang termasuk dalam kanon resmi. Gereja tunduk
pada kuasa yang lebih tinggi dan lebih tua daripada kuasanya sendiri, yakni
kuasa Firman Tuhan yang terdapat dalam Alkitab. Dengan demikian sebenarnya
tradisi gereja sekali-kali tidak boleh mempunyai kuasa sendiri. Dikemudian hari
hal itu dipegang teguh oleh gereja Protestan, tetapi kurang diingat oleh Gereja
Katolik Roma.[9]
[1]
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab,(
Jakarta: BPK-GM, 2009), 170
[2]
W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 45
[3]
A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja IV K-KL,(
Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2005), 18-19
[4]
J. Bloommendaal, Pengantar kepada
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 11
[5]
Bloommendaal, Op., cit., 46-47
[6]
Yonky Karman, bunga Rampai Teologi
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 5-6
[7]
Ibid, 7
[8]
Browning, Op., cit., 172
[9]
H. Berkhof, I. H. Enklaar, Sejarah Gereja,
(Jakarta: BPK-GM, 1995), 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar