Israel
Sebagai Umat Perjanjian
I.
Pendahuluan
Pada
paper sebelumnya kita telah membahas
Allah sebagai pencipta dan pemelihara ciptaan. Dan pada kesempatan kali
ini kita akan membahas tentang Israel
sebgai umat perjanjian, semoga sajian dipaper kami saat ini berguna bagi kita
semua.
II.
Pembahasan
2.1.Sejarah Israel
Israel
digunakan untuk menyebut keduabelas suku, yang menurut asal usulnya dari Yakub,
yang disebut juga Israel (Kej 32:28).[1]
Israel berasal dari bahasa Ibrani yaitu yisra’el,
‘Allah bergumul’, yakni nama baru yang diberikan Allah kepada Yakub sesudah
malam pergumulan nya di Pniel.[2]
“Israel” adalah nama yang dipilih sebelum bangsa itu sendiri ada. Dengan
pemberian ‘nama’ itu si penyandang nama harus taat, takluk,, tunduk, patuh dan
mengabdi sepenuhnya kepada rencana Allah.[3]
Menurut
tradisi yang paling awal, umat Israel adalah orang asing di tanah Mesir.[4]
Alkitab menyatakan bahwa mereka berasal dari Mesopotamia. Kedua belas suku
Israel bermigrasi ke Mesir selama masa paceklik. Pada mulanya mereka hidup
makmur di Mesir, tetapi keadaan itu
merosot tajam dan mereka menjadi budak. Akhirya pada tahun 1250 SM mereka
melarikan diri dari Mesir di bawa pimpinan Musa dan hidup sebagai nomanen, di
semenanjung Sinai. Namun mereka tidak menganggap ini sebagai solusi permanen,
kerena mereka yakin Tuhan mereka, TUHAN telah menjanjikan mereka negeri Kanaan
yang subur.[5]
2.2.Pengertian Umat
Kata umat dalam
PL adalah keseluruhan orang Israel yang dibedakan dari bangsa lain di dunia
(Bil 23:9). Ini pun dikemukakan dalam PB (Luk 1:68; Rm 11:1-2); tetapi sebutan
umata digunakan untuk umat Allah yang baru, yaitu orang-orang Kristen (Tit
2:14; 1Ptr 2:9).[6]
2.3.Pengertian Perjanjian
2.3.1. Pengertian perjanjian secara umum
Perjanjian berasal dari kata “janji” yang
memiliki arti perkataan dengan
menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat, persetujuan antara
dua pihak dan syarat atau ketentuan yang harus di penuhi. Sedangkan pengertian
dari perjanjian adalah persetujuan tertulis
dan dengan lisan yang dibuat dua pihak atau lebih dan masing-masing yang
berjanji akan menepati apa yang telah di sepakati/ dijanjiakan.[7]
2.3.2.
Pengertian
perjanjian dalam PL
Dalam
bahasa Ibrani ‘perjanjian’ berasal dari kata Berith yang berangkali adalah suatu singkatan dari suatu akar kata
yang berarti “makan”. Kata ini dipakai hingga 283 kali didalam kitab PL. Semula berit
adalah suatu perjamuan yaitu “perjamuan korban”, yang biasanya diadakan sebagai
upacara penutupan pembuatan perjanjian. Kata karat dihubungkan dengan kata karat, yang berarti menyigar, membelah,
sehingga kata karat berit berarti
menyigar atau membelah korban yang dipersembahkan pada upacara pembuatan
perjanjian itu, oleh sebab itu sehingga dapat disimpulkan pengertian
“perjanjian” ini memang penting sekali di dalam kitab PL.[8]
2.4.Perjanjian
Allah
Menurut kesaksian Alkitab
bahwa ada beberapa kali perjanjian Allah dengan Umat Israel yang mencakup
kehidupan atau perkembagan bangsa Israel tersebut, yakni Perjanjian Allah
dengan Nuh(sebelum dan sesudah Air bah), Abraham (disegarkan kembali kepada
Ishak dan Yakub), Perjanjian di Sinai dan Daud:[9]
1. Perjanjian
Allah dengan Nuh (sebelum dan sesudah
Air Bah)[10]
Istilah Perjanjian pertama kali muncul
dalam Kej 6:18, Istilah ini menunjuk kepda perjanjian Allah kepada Nuh sebelum
peristiwa air bah, Perjanjian sebelum air bah ini adalah perjanjian Allah, Dia
sendirilah yang meneguhkannya. Penyaluran kasih karunia kepada Nuh ini
mengakibatkan juga kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan itu. Nuh dan
keluarganya harus memasuki bahtera, dan harus membawa bersama, dan harus
membawa bersama dengan dia sejumlah tertentu binatang-binatang dan
burung-burung serta segala yang melata (Kej 6:18b-21).
Setelah air bah kunci perjanjian dalam
Kej 9:9-17. Dan disini ada ciri-ciri yang mencolok yang perlu diperhatikan
yaitu:
a. Perjanjian
itu disusun dan ditetapkan oleh Allah sendiri.
b. Jangkauan
perjanjian itu umum, meliputi Nuh, keturunannya, makhluk hidup. Jangkauan itu
menunjukkan bahwa kasih karunia yang diberikan, tidak tergantung atas pengetian
akali atau tanggapan baik dari pihhak yang dianugrahi.
c. Perjanjian
ini tanpa syarat; tiada perintah atau tuntutan yang dilampirkan.
d. Bahwa
hanya Allah yang bekerja dalam perjanjian ini, tidak ada sumbangan manusia
sebagai perantara yang dengannya janji tersebut
dipenuhi.
e. Perjanjian
itu kekal.
Sebagai
tanda perjanjian Allah denga Nuh yaitu busurNya diawan yang kita kenal sebagai
Pelangi saat ini, yang tampak ketika selesai hujan turun ke atas bumi.
2. Perjanjian
Allah dengan Abraham
Perjanjian
Allah dengan Abraham berbeda dengan Nuh, dimana dalam Kej 12: 1-3 Allah
menjanjikan kepada Abraham bahwa dia akan menjadi bangsa yang besar.[11]
Dalam perjanjian Allah dengan Abraham terdaapat ciri-ciri yaitu umum dan
khusus, berikut adalah cirri-ciri yang yang ada dalam perjanjian Allah dengan
Abraham.[12]
·
Ciri Umum
a. Terdapat
tiga janji yang diberikan yakni: pemilikan tanah Kanaan, pelipat gandaan
keturunan Abraham dan janji bahwa Allah akan menjadi Allah baginya dan bagi
keturunannya setelah dia (Kej 15:8; 18 dan Kej 17:6-8).
b. Hanya
Allah yang bekerja (Kej.15:8; 17:1-8).
c.
Keabadian ditekankan pada bobot yang sama dengan dengan perjanjian kepada Nuh
(Kej. 17:7,8).
d.
Peneguhan perjanjian itu diberikan dengan
suatu sangsi yang tidak dapat dibatalkan (Kej 15:9-17).
Ciri-ciri ini
menunjukkan bahwa perjanjian itu direncanakan, diurus, diteguhkan dilaksanakan oleh Allah.
·
Ciri Khusus
a.
Perjanjian itu mempunyai sifat khusus
yaitu penyelamatan (Kej 17:7-8).
b.
Perjanjian ini mengecualikan Ismael
dalam jangkauannya (Kej 17:18-21).
c.
Sangsi yang meneguhkannya sangat khidmat
(Kej 15:9-17).
d.
Dalam perjanjian ini keharusan menaati
perjanjian dibebankan kepada Abraham dan keturunannya (Kej 17:10-14).
e.
Tanda perjanjian itu adalah sunat, suatu
peraturan yang harus dilakukan oleh manusia (Kej 17:11), karena sunat menandai
pencucian (bnd Kel 6:12,30; Im 19:23; 26:41; Ul 10:16).
Dalam pembuatan perjanjian antara Allah dengan
Abraham disertai dengan upacara perjanjian dalam Kej 15, itu sebenarnya
dimaksud sebagai penguatan atau pengukuhan janji Allah yang diberikan.
Dengan bentuk perjanjian itu Abraham dikuatkan di dalam imannya, bahwa Allah
benar-benar akan memenuhi janji-janjiNya.[13]
Jadi
dari pihak Allah “perjanjian” itu dimaksudkan untuk menguatkan iman Abraham,
akan tetapi dipihak Abraham “perjanjian” itu harus menjadi jalan baginya guna menyatakan atau mengungkapkan imannya. Maksudnya
ialah bahwa hidupnya harus dikuasai oleh apa yang telah ditentukan dalam
perjanjian. Jadi, “perjanjian” itu bukanlah jalan untuk memperoleh keselamatan.
Melainkan jalan guna merelealisasikan keselamatan yang telah diberikan atau
yang dijanjikan kepadanya.[14]
Dan
selain itu, Allah juga memberikan janji-Nya kepada Yakub yaitu berupa berkat
dan tanah yang dijanjikan yaitu tanah Kanaan, dan Allah juga menggantikan nama
Yakub dengan nama Israel, karena dia telah bergumul dengan Allah dan manusia,
sehingga dengan pemberian nama ini Allah menyatakan, bahwa Allah telah
mendengar doa Yakub dan bahwa Allah memberkati Yakub.[15]
3. Perjanjian
Allah dengan bangsa Israel di gunung Sinai
Perjanjian
ini diadakan dengan Israel sebagai umat yang telah dipilih dalam kasih
berdasarkan kedaulatan Allah.
Ada
beberapa unsur-unsur dalam pemilihan Israel dugunung Sinai, yaitu:
a. Israel
dipilih berdasarkan kedaulatan Ilahi (Kel 2:25; Ul 4:37; 7:6-8; 8:17; 9:4-6;
14:2; Hos 13:5; Am 3:2)
b. Perjanjian
itu dibuat dengan umat yang di tebus (Kel 6:6-8; 15:3; 20:2; Ul 7:8; 9:26;
13:5; 21:8)
c. Israel
telah diangkat untuk berhubungan dengan Allah sebagai anak dengna Bapak (Kel
4:22-23; Ul 8:5; 32:6; 1 Taw 29:10; Yes
63:16; 64:8; Yer 3:19; 31:9; Hos 11:1;
Mal 1:6; 2:10)
d. Perjanjian
di Sinai ini di buat menurut Perjanjian dengan Abraham dan sebagai pemenuhannya
(Kel 2:24 ; 3:16; 6:4-8; Mzm 105:8:12, 42-45;106:45).
Kenyataan-kenyataan
ini menunjukkan, bahwa perjanjian di Sinai itu tidak dibuat dengan cara yang
akan menempatkan perjanjian itu bertentangan dengan perjanjian Abraham. Dan
menunjukkan pula, bahwa konsepsi yang sama pada penyaluran yang berdaulat dari
kasih karunia memerintah dalam perjanjian ini adalah seperti dalam
perjanjian-perjanian terdahulu. [16]
Namun
ada perbedaan yang sangat mencolok antara perjanjian yang dibuat Allah dengan
Abraham denga perjanjianNya dengan Israel digunung Sinai, yaitu:
1. Perjanjian
di gunung Sinai memiliki sifat bersyarat,
artinya: perjanjian ini menuntut syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Isarel,
sedangkan dengan Abraham tidak. Yang termasuk sifat bersyarat itu ialah 1.
Adanya unsure Kitab Perjanjian (Kel 24:7) yang berisi segala Firman Allah yang
harus dipenuhi oleh umat Israel (Kel 20:22-23:33), 2. Perjanjian di Sinai
didasarkan atas persetujuan bersama, 3. Adanya kemungkinan dalam perjanjian
ini, jikalau Israel memutuskan perjanjian Allah, maka Allah juga akan bertindak
demikian (Im 26:44).
2. Penekanan
terhadap janji. Maksudnya bentuk perjanjian kepada Abraham hanya sebagai pengukuhan dan jaminan akan
terlaksana apa yang telah dijanjikan. Akan tetapi kepada Israel di Sinai
apabila Israel sudah menerima berkat perjanjian, Israel mempunyai kewajiban,
yaitu Israel harus berbakti kepada Allah menurut aturan-aturan yang telah
diberikan.
3. Sifat kebangsaan dan
sifat sementara, maksudnya ialah apabila bangsa Israel sudah tuba di
tanah Kanaan mereka harus hidup berbeda dengan bangsa di sekitarnya. Dan janji
Allah dengan bangsa ini bersifat sementara.[17]
4. Perjanjian
dengan Daud[18]
Dalam
perjanjian ini, Allah memberikan janji-Nya bersifat Mesianis, dan Mesianis
itulah yang menjadi perjanjian Allah bagi umat-Nya, karena Mesias itu sendiri
yang menjadi perjanjian, karena berkat-berkat dan perbekalan-perbekalan perjanjian Allah dengan umat Allah itu. Dan
Mesias itu merupakan perwujudan
kehadiran Tuhan ditengah-tengah umat-Nya, dan yang menjadi ciri khas yang
menonjol dalam perjanjian ini adalah keyakinan, keteguhan janji-janji yang
diberikan (bnd Maz 89:3; 2 Sam 23:5).
2.5.Latar
belakang pemilihan Israel
Berita
Alkitab mengenai sejarah Israel sebagai bangsa pilihan dimulai dengan panggilan
Allah kepada Abraham untuk menjadi bapa dari suatu bangsa baru (Kej 12:1-3 ).[19]
Mengapa Allah memilih Abraham? Sedangkan Abraham tidak selalu baik, terbukti
untuk menyelamatkan dirinya sendiri ia menipu Firaun dari Mesir dan Abimelekh
dari Gerar menyebut Sara sebagai adiknya (Kej 12:11-13; 20:2-12). Allah tidak
memilih yang paling baik, tetapi memilih mereka yang dimaksudkan untuk
dijadikan paling baik.[20]
Jika
ditanyakan “Allah semacam apakah yang dipercayai Israel kuno?” jawaban Barton
adalah Allah Perjanjian, yaitu Allah yang telah memilih mereka dari antara
bangsa-bangsa, dan yang telah mengikatkan diriNya kedalam suatu hubungan
kesepakatan dengan mereka. Di satu pihak Allah berjanji memegang janjiNya daari
tindakan pemilihanNya; di pihak lain, mereka berkewajiban mempertahankan janji
itu dengan hidup setia kepadaNya, meyembah dan menaati perintah-perintahNya.[21]
Dalam
kitab PL membenarkan bahwa pokok ini sudah lama termasuk dalam rentetan pokok-pokok
kepercayaan umat Israel. Bahwa umat
itu “berasal” daripada Abraham, Ishak,
Yakub, dan hal ini tidaklah semata-mata merupakan bahan pengatahuan sejarah,
dan tidaklah semata-mata menjadi suatu fakta dari masa lampau yang selayaknya
diperingati. Allah pernah bertindak terhadap bapa-bapa leluhur. Allah pernah memilih, memanggil, mengangkat
mereka, Allah pernah menyatakan
diriNya kepada mereka, pernah mengikat perjanjian dengan mereka
dan pernah menjanjikan mereka suatu
keturunan yang besar dan suatu tanah milik. Oleh karena itu Allah lah yang
bertindak terhadap bapa leluhur, dan dengan memakai para bapa leluhur itu berarti
merujuk kepada bahwa Allah lah berkuasa memberi peristiwa-peristiwa itu dan
berlaku sepanjang masa.[22]
2.6.Israel sebagai umat Perjanjian
Pokok
peristiwa sejarah pemilihan bangsa Israel sebagai umat Perjanjian Allah
memiliki sejarah yang panjang, yaitu berawal dari dari pemanggilan Abraham,
oleh karena itu untuk pertama kalinya kita yang mendengar berita tentang
asal-usul umat Israel. Dan peristiwa itu lah yang merupakan dasar berdirinya
umat Israel.[23]
Dan tujuan Allah memilih bangsa Israel sebagai umat perjanjian
adalah supaya mereka menjadi bangsa yang baru, dimana pemilihan Allah itu
bukanlah perbuatan yang sewenang-wenang, seolah-olah Allah memilih suatu bangsa
yang telah ada dan merendahkan yang lainnya dan menjadi kesaksian kepada
bangsa-bangsa lain yang akan diberkati melalui pemilihan mereka.[24]
Didalam pemilihan bangsa Israel oleh Allah adalah supaya umat itu mendapat
berkat berkat dan keselamatan karena dikhususkan Allah bagi diri-Nya sendiri
(Mazmur 33:12), dan supaya melalui bangsa Israel yang keluar dari perbudakan
Mesir, nama Allah dimuliakan melalui perjalanan mereka dari tanah perbudakan,
sehingga menunjukkan keterpujian-Nya di hadapan dunia (Yesaya 43:20; Mazmur
79:13; 96:1-10), dan akan memberitakan perkara besar yang dilakukan-Nya (Yesaya
43:10-12; 44:8).[25]
Oleh karena itu maka perjanjian Allah dengan Israel yang
diadakan di gunung Sinai, dimana Israel diangkat menjadi umat Allah yang dibawa
ke tanah Kanaan, adalah pemenuhan janji Allah kepada Abraham (Kej 17).[26]
Israel dipilih oleh Allah karena Israel lebih disukai Allah
dibanding bangsa-bangsa lain. Hal itu bukan karena kebaikan Israel, melainkan
karena janji-janji Allah yang telah diberikan kepada nenek-moyang Isreal, atau
kerena perjanjian Allah yang telah diadakan Allah dengan nenek- moyang Israel.[27]
Dan dalam pemilihan Israel sebagai umatNya, Ia memilih dengan sukarela, menurut
kedaulatan, kehendak dan pertimbanganNya sendiri. Karena pada hakekatnya, Allah
berhak unutk memilih siapa saja yang disukaiNya namun dalam pemilihan ini bukna
berarti Allah memilih dengan sewenang-wenangnya. Allah tidak memandang muka,
tidak menganakemaskan yang seorang sambil menganaktirikan yang lain,
sebagaimana manusia memilih orang yang disukainya, tetapi alasan Allah memilih
orang-oranngNya bahkan umatNya itu karena didasarkan kehendak bebasNya dalam
memilih dan pada pengasihanNya yang
bebas, pengasihan yang tidak beralaskan keadaan atau sikap orang-orang itu,
melainkan semat-mata berpangkal pada kehendak dan rencanaNya sendiri.[28]
[1] W. R. F.
Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta:
BPK-GM, 2009), 158
[2] F. F
Bruce, Israel dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L
pny J. D. Douglas, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih, 2008), 447
[3] Pardomuan
Munthe, Allah memilih Abraham,
(Jurnal teologi
STT Abdi Sabda Medan Edisi XXVII, Medan: STT Abdi Sabda, 2012), 26
[4]
Browning, Kamus Alkitab, 158
[5] Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, (Surabaya: Risalah Gusti, 2004),
27-29
[6]
Browning, Kamus Alkitab, 469
[7] Poerwadarmita,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1976), 351
[8] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 262
[9] J.
Murray, Janji, Perjanjian dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, pny J. D. Douglas, (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 480-483
[10] Ibid, 480
[11] William
Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi
Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2009), 99
[12] J.
Murray, Janji, Perjanjian dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, 480-481
[13] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, 264
[14] Ibid, 264
[15] F. L.
Bakker, Sejarah Kerajaan Allah I
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 195-196
[16] J.
Murray, Janji, Perjanjian dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, 481
[17] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, 268-269
[18] Ibid, 482
[19] David
F. hinson, Sejarah Israel pada Zaman
Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 1995), 41
[20] Richard
Wurmbrand, 100 permenungan dibalik Terlai
Besi, (Yogyakarta, Yayasan Andi, 1991),
204
[21] Pardomuan
Munthe, Allah memilih Abraham, 28
[22] C.
Barth, Theologia Perjaanjian Lama I,
(Jakarta: BPK-GM, 2004), 86-87
[23] C.
Barth, Teologi Perjanjian Lama I, 88
[24] W.S.
Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1,(Jakarta,
BPK-GM, 2009) 255-256
[25] C.
Barth, Teologi Perjanjian Lama I, 90-91
[26] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, 267
[27] Ibid, 294
[28] C.
Barth, Teologi PL I, 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar