Senin, 14 Oktober 2013

Teologia PL


Tafsiran terhadap 1 Samuel 4:8-18
melalui
Metode Penafsiran Kontekstual (Minjung;Korea dan Dalit;India)
I.         Pendahuluan
Agar kita dapat mengerti, memahami dan merefleksikan Firman Allah (Alkitab), maka perlu dilakukan suatu penafsiran atau adanya usaha untuk melakukan pendekatan terhadap Alkitab itu sendiri. Usaha pendekatan tersebut bukan bertujuan untuk mengurangi atau tidak mempercayai Alkitab, melainkan mencari makna yang tersembunyi dari Alkitab. Karena seperti yang telah kita ketahui bahwa sangat sulit bagi kita untuk mencerna pesan apa yang hendak disampaikan Alkitab bagi kita, dan bagaimana kita untuk menjawab keadaan dalam situasi yang sekarang, sehingga bisa direfleksikan dan direlevansikan dalam kehidupan sekarang ini.
Usaha pendekatan ini disebut dengan hermeneutika. Dalam melakukan pekerjaan hermeneutika, ada beberapa metode pendekatan yang hendak kita lakukan.  Nah, pada kesempatan kali ini, kami penyaji akan melakukan penafsiran dengan metode Minjung dan Dalit, dimana teks yang kami tafsir yaitu 1 Samuel 4:8-18. Semoga dengan sajian kali ini, dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi kita mengenai penafsiran kami ini. Kami juga menghimbau kepada kawan-kawan sekalian, agar sudi kiranya memberikan berbagai sumbangan pemikiran, baik itu kritik dan saran yang bertujuan untuk memperlengkapi sajian kali ini.

II.      Pembahasan
2.1. Minjung;Korea
Minjung adalah mereka yang disingkirkan dan di rampok subjectivitasnya dalam sejarah oleh kelas yang berkuasa. Cyrus H Moon memahami bahwa kata Minjung sebagai gabungan dari dua huruf Cina, yaitu: min dan jung, yang dapat diterjemahkan sebagai rakyat, atau massa rakyat.  Secara konkrit, minjung adalah “kaum tak punya”. Mereka adalah petani, buruh, nelayan, penganggur, dll. Mereka menderita  penindasan politik, penghisapan ekonomi, pencemoohan sosial dan keterasingan budaya. Meskipun mereka dalam posisi ketertindasan, mereka bukan hanya pasif, melainkan mereka menjadi tiang-tiang bangsa yang mempertahankan Korea dari ekspansi kekuatan-kekuatan asing. Dalam kaitan ini, jikalau terjadi serangan dari bangsa–bangsa asing, sementara raja-raja, kaum elit bangsawan dan bahkan para jenderal lari menyelamatkan diri ketika pasukan-pasukan asing seperti Mogol, Jepang, dan Cina menyerbu Korea, selalulah kaum minjung ini yang mengorganisir kekuatan-kekuatan gerliya, menganggu pasukan-pasukan yang menyerbu dan menjadikan  pendudukan mereka tidak tertahankan. Namun, ketika perang berakhir, minjung kembali disingkirkan dan dilupakan. Medali dibagi-bagikan diantara para elit tanpa sedikitpun memperhatikan peranan minjung dalam perang-perang tersebut.
Para teolog Minjung Korea memandang Minjung sebagai mereka yang telah memprotes dan membrontak terhadap situasi mereka yang tertindas. Minjung mencoba melepaskan diri mereka dari situasi yang menyengsarakan, meskipun hasil perjuagan-perjuangan mereka seringkali membawa mereka pada penindasan yang lebih besar. Salah satu kemungkinan untuk mengungkapkan penderitaan dan kerinduan mereka terjadi lewat bahasa khusus yaitu han.  Han ini adalah salah satu unsur hakiki dari religiositas Minjung, yang diperlukan untuk memahami tanggapan minjung terhadap penindasan. Han ini merupakan suatu kemarahan, tetapi hal itu membangkitkan suatu perasaan yang lebih  luas ketimbang kerinduan yang mendalam agar keadilan dilaksanakan.[1]
Para teolog mengidentifikasikan pengalaman minjung sama halnya dengan Keluaran sebagai kunci peristiwa pembebasan sebagai tindakan Allah sendiri dalam pergumulan manusia. Dalam hal ini dikatakan bahwa Allah mendengar tangisan manusia dari tempat-tempat perjuangan di seluruh dunia, yaitu tangisan orang-orang yang di tolak, orang yang didiskriminasi, rasisme; tangisan rakyat yang berada di bawah kediktatoran, tangisan orang miskin yang menjadi orang asing di tanahnya yang dikuasai oleh kapitalisme, tangisan orang-orang yang dipenjarakan karena ideologi politik seperti komunisme.[2] Suh Nam Dong adalah salah satu teolog yang memandang bahwa peristiwa eksodus ini sebagai salah satu paradigma bagi teologi minjung. Ia mengaitkan peristiwa eksodus ini, sebagai salah satu dari dua peristiwa inti bagi keselmatan umat Allah, dengan penyaliban dan kebangkitan Yesus. Ia juga berpandangan bahwa kesuluruhan  kesaksian Alkitab dapat dijelaskan dan dipahami dalam arti dua peristiwa historis ini. Allah Eksodus sangat berarti bagi kondisi historis mereka. Tindakan Allah yang membebaskan terhadap Israel kelihatannya dengan sendirinya jelas bagi orang-orang Kristen di Korea.
Dalam hal ini juga, di mata para teolog Minjung, Yesus benar-benar merupakan bagian dari minjung, dan bukan hanya sekedar untuk kaum minjung. Ahn Byung Mu menyatakan bahwa Yesus selalu berdiri pada pihak yang tertindas, yang berduka dan yang lemah. Keberpihakan Yesus kepada kaum tertindas membuat kelas yang berkuasa mencurigai-Nya. Hal ini membawa-Nya ke salib. Salib dipandang sebagai lambang penderitaan yang intens. Akibatnya, salib dan penyaliban Yesus memegang kedudukan penting di Korea. Penderitaan yang Yesus alami dalam peristiwa penyaliban ini secara langsung berkaitan dengan penderitaan mereka, khususnya pada masa pendudukan Jepang. Rakyat mengidentifikasikan diri dengan penderitaan Yesus pada salib. Salib menjadi lambang bagi salib-salib mereka. Salib ini juga dipandang sebagai pembentukan solidaritas mesianis dengan minjung yang menderita melalui partisipasi Yesus dalam penderitaan yang historis.[3]

2.2. Dalit;India
Istilah Dalit berarti terpecah, tertindas. Dalit adalah sebutan bagi lapisan masyarakat yang paling rendah di India, yang juga disebut paria atau harijan. Kaum dalit merupakan kaum yang selalu dihina terus dan tidak  diperhatikan. Posisi social mereka berada dibawah keempat kasta India (Kasta Brahmana, Ksatria, waisya, dan sudra). Tempat perempuan dalit lebih rendah lagi. Malah, sebagian orang menyebut bahwa kaum perempuan merupakan “dalit ditengah-tengah kaum dalit”.[4] Kaum Dalit biasanya bisanya bekerja sebagai pekerja sewaan oleh para tuan tanah. Secara ekonomi kaum Dalit termasuk miskin, pekerjaan mereka menjadi budak dan memiliki penghasilan yang sangat rendah, sedangkan secara politis mereka tidak memiliki kuasa. Mereka juga merupakan kaum minoritas yang tidak dapat bersosialisasi, bahkan penggunaan fasilitas-fasilitas umum misalnya sumur dan kuil dilarang digunakan. Dari sisi keagamaan kaum Dalit dikenal sebagai kaum yang tercermar dalam ritus keagamaan.
Teologi dalit adalah cabang teologi Kristen yang membicarakan tema pembebasan terhadap system kasta di India. Teologi ini muncul sekitar tahun 1980 sebagai bentuk keprihatinan terhadap kemisikinan dan peminggiran yang dialami oleh kasta rendah di India.[5] Teologi Dalit mendukung gerakan yang memerangi system kasta, baik di luar maupun di dalam gereja. Mereka berusaha memerangi rasa minder yang sering begitu kuat bercokol di antara mereka.[6]
Kaum dalit adalah kaum yang benar-benar tertindas, mereka adalah pekerja yang tidak bertanah dan mejadi pekerja sewaan yang tidak adil, tempat pemukman mereka dikuasai oleh orang-orang kaya, mereka adalah orang-orang yang tersingkir yang tinggal di pinggiran desa-desa yang lain, yang tidak mempunyai derajat social dengan orang lain. Dalam perjuangan merebut kemerdekaan oleh kaum dalit, Dr.Ambedkar seorang pemimpin kaum dalit UUD demokratis Republik India, ia menghapuskan secara hukum mengenai kaum dalit dan tidak boleh disentuh. Hal ini mendorong oprang-orang yang berkuasa dan kaya semakin keras menindas mereka. Dimana kekejaman kepada kaum dalit semakin meningkat, sehingga orang Kristen dalit peka dan protes mengenai perlakuan yang tidak adil.
Seorang tokoh yang bernama A.P.Nirmal mengemukakan dasar teologis dari teologi dalit, yaitu Ulangan 26:5-9, yang menjadi titik tolak dimana di dalamnya terdapat seruan kepada Allah mengenai perhatian Allah kepda oran-orang yang tertindas, yang menderita, yang kesusahan dan sengsara. Dimana Allah mampu mengeluarkan bangsa Israel dari tanah Mesir dengan kekuatan-Nya. Oleh karena itu, tujuannya adalah agar Allah menunjukkan mujizat-Nya bagi kaum dalit yang membuat kejadian-kejadian yang menggemparkan musuh dan hingga pada akhirnya memberikan tanah yang subur dan kaya. Ia juga mengatakan bahawa Allah agama Kristiani adalah Allah dalit. Dimana kaum dalit adalah pelayan masyarakat, sehingga Allah agama Kristiani adalah Allah yang melayani. Orang-orang Kristen juga berfokus terhadap setiap diskriminasi yang harus dihapuskan dengan segera pada tingkat keagamaan supaya melakukan pendamaian. Mereka mempersatukan dengan mengadakan perjamuan bersama yang berdasar dari Yesus yang mengadakan perjamuan malam. Dan bukan hanya itu, orang Kristen juga mendukung dalam hal politik, tindakan moral dan social antara satu dengan yang lain. Orang Kristen mencoba melawan ketidakadilan dengan cara gerekan-gerakan damai yang menyadarkan para penindas.[7]

2.3. Pembahasan Kitab Samuel
2.3.1. Pengertian Kitab
Nama “samuel” dalam 1 Samuel 1:28, berarti: meminta dari pada Tuhan dan menyerahkan kepada Tuhan. Nama Samuel ini mungkin sekali berarti nama Allah (EL) yang dimana namanya juga berasal dari bahasa Ibrani yang disebut dengan sa’al artinya yang diminta. Samuel ini merupakan hakim yang terakhir sekaligus nabi yang mengurapi Saul dan Daud sebagai raja.[8]  Nama Samuel ini juga pernah dihubungkan dengan salah satu kota yang lebih kecil (1 Samuel 19:18-19), nama itu berarti “nama Allah” atau “nama Ilahi”.[9] Samuel ini adalah putra dari Elkana dan Hana (1 Samuel 1). Ia diserahkan oleh ibunya untuk pelayanan Tuhan di Silo, dimana Ia dibesarkan.[10] Kitab-kitab Samuel mencatat peralihan Israel dari pemerintahan teokrasi menjadi monarki, pemerintahan Saul, dan pemerintahan Daud. Hidup dan tindakan-tindakan Samuel, Sael, dan Daud mencakup kurun waktu ± 100 tahun, antara tahun 1050 sampai 950 sM.[11]

2.3.2. Penulis dan waktu penulisan Kitab
Secara umum, judul itu bukanlah mengartikan bahwa Samuel penulisnya. Ini mustahil karena kematiannya telah dikemukakan dalam 1 Samuel 25:1, yaitu catatan yang singkat tentang kematian Samuel.[12] Namun, menurut tradisi orang Yahudi, Samuel merupakan pengarang dari kedua kitab Samuel, mungkin karena dia mempunyai peranan yang dominan dalam 1 Samuel 1-25. Mungkin saja beberapa bahan dalam Kitab 1 Samuel berasal dia, khususnya sejarah awal Daud, sebagaimana dinyatakan dalam 1 Tawarikh 29:29-30, demikian isinya: “sesungguhnya, riwayat raja Daud dari awal sampai akhir tertulis dalam riwayat Samuel, pelihat itu dan di dalam riwayat nabi Natan, dan dalam riwayat nabi Gad, pelihat itu, beserta segala hidupnya sebagai raja dan kepahlawannya dan keadaan zaman yang dialaminya dan dialami Israel dan segala kerajaan di negeri-negeri lainnya”.[13] Kitab Samuel ini dulu dipandang sebagai bagian dari sejarah Raja-raja (I,II Raja-Raja). Didalam Septuaginta dan Vulgata, I dan II Samuel dan I dan II Raja-Raja pada awalnya digabung menjadi satu buku dengan 4 jilid, yang disebut dengfan I,II,III dan IV Raja-Raja. Dalam Kitab Samuel ada beberapa pasal yang dipengaruhi oleh sumber D.[14] Namun, McKane menyatakan bahwa kitab ini merupakan sebuah komposisi dokumen-dokumen dan kemudian diredaksi oleh para penulis Deuteronomis. Namun, pendapat mengenai seberapa jauh pengaruh sejarawan Deoteronomis dalam kitab ini masih perdebatan dalam kalangan para ahli.[15]
Mengenai waktu penulisan kitab, kejadian ini merupakan catatan peralihan Israel dari pemerintahan teokrasi dari hidup dan tindakan-tindakan Samuel, Saul dan Daud, maka sekitar tahun 900 sM kemungkinan yang paling dahulu untuk penulisan kitab ini.[16]

2.3.3. Tujuan dan Pesan Penulisan Kitab
Tujuan
Dalam bukunya Andrew & John H.Walton menyatakan bahwa tujuan utama dari kitab ini yaitu bersifat teologi, yang dimana kitab ini menceritakan sejarah perjanjian Daud. Hal ini dapat menunjukkan kepada pembaca bahwa Daud bukan seorang perebut takhta[17] dan pembaca juga dapat mengerti sebab-sebab terjadinya perubahan pada dasar pemerintahan  bangsa Israel (dari teokrasi menjadi kerajaan, I Samuel 8:4-7), serta pembaca juga dapat mengetahui sebab-penyebab dari kegagalan Saul dalam mencapai kebesaran yang sejati, dan jika kita lihat dari sejarah Daud yang dimana terdapat pelajaran tentang sifat-sifat, kepribadian dan makna yang dituntut dari seorang yang ingin menjadi pemimpin umat Allah.[18]
Pesan
Kami penyaji mengambil Pesan utama kitab ini dari buku Andrew & John H.Walton yang menyatakan bahwa perjanjian Daud ditetapkan oleh Allah, rakyat bisa saja memilih seorang raja sebagaimana pemilihan Saul dan Daud, namun yang menjadi raja yang agung yaitu Allah sendiri.[19]

2.3.4. Struktur Kitab
Mengenai struktur kitab, kami penyaji mengutip dari WJM/S/HAO, yaitu:
a. Tahun-tahun pertama Samuel (1 Samuel 1:1 s/d 4:17)
(i). Samuel dan Eli (1:1 s/d 3:21)
(ii).Perang dengan Filistin (4:1 s/d 7:14)
b. Samuel dan Saul (7:15 s/d 15:35)
(i). Saul menjadi raja (7:15 s/d 12:25)
(ii).Perang dengan Filistin (13:1 s/d 14:52)
(iii).Amalekh kalah (15:1-35)
c. Saul dan Daud (16:1 s/d 31:13)
(i). Daud tiba di Istana raja (16:1 s/d 17:58)
(ii).Daud dan Yonatan (18:1 s/d 20:42)
(iii).Daud sebagai pelarian (21:1 s/d 26:25)
(iv).Daud di Negeri Filistin (27:1 s/d 30:31)
(v). Saul kalah dan mati, beserta Yonatan (31:1-13)[20]

2.3.5. Tema-Tema Kitab[21]
Mengenai tema-tema kitab ini, kami penyaji lebih sependapat dengan Andrew E.Hill & John H.Walton, yaitu:
1. Tabut Perjanjian
Tabut Perjanjian ini merupakan peralatan ke agamaan yang penting dalam bangsa Israel, yang dimana tabut perjanjian itu hanya dianggap sebagai penunjuk kaki dari tahkta Yahwe. Namun, pada masa itu bangsa Israel membawa tabut perjanjian ke medan perang yang menganggap bahwa dengan membawa tabut tersebut, maka Allah tidak akan membiarkan diri-Nya ditangkap dan bangsa Israel akan menang. Sayangnya, orang Israel menyalahgunakan tabut perjanjian, dengan demikian bangsa Israel menjadi memberhalakan tabut perjanjian itu ketika melawan orang Filistin. Contoh yang paling terkemuka dari penyalahgunaan ini, tercatat dalam 1 Samuel 4, ketika anak-anak Eli memutuskan untuk membawa tabut ke medan pertempuran dalam usaha untuk memastikan kemenangan mereka atas orang-orang Filistin. Akan tetapi, Tuhan tidak mengizinkan tindakan manipulasi seperti itu. Tuhan sendiri yang mengatur keluar masuknya tabut perjanjian. Dalam hal ini diperjelas bahwa tabut perjanjian tidaklah direbut, melainkan hanya meninggalkan Israel  dan di tangan orang-orang Filistin (1 Samuel 4:21). Tabut perjanjian pun dikembalikan setelah beberapa peristiwa yang luar biasa di Asdod, Gat dan Ekron.[22]

2. Jabatan Raja
Dalam kitab 1 Samuel tampak beberapa pendapat yang berbeda mengenai pembentukan kerajaan Israel. Samuel sendiri berharap supaya kedua anaknya meneruskan pemerintahannya sebagai hakim (1 Samuel 8:1-2). Sedangkan rakyat lebih suka bila seorang raja menjadi kepala negara, dengan dua alasan, yaitu: pertama, kejahatan anak-anak Samuel (ayat 3, 5a); kedua, keinginan agar cara pemerintahan Israel di sesuaikan dengan keadaan dunia pada waktu itu (ayat 5b, 20).[23]
Dari segi pandangan Alkitabiah, jabatan raja atas Israel merupakan hak-hak istimewa Yahwe. Fungsi raja merupakan pemelihara keadilan hak dalam pengertian domestik dalam masyarakat maupun pengertian internasional, namun orang-orang pada zaman Samuel memandang jabatan raja merupakan seorang pelepas, justru denfan pandangan jabatan raja yang seperti itu yang menyebabkan Allah murka.[24] :Lagi pula jika dilihat dari segi teologi, Allah sendirilah Raja Israel (ayat 7). Akhirnya permohonan rakyat pun disetujui dan seorang raja dipilih dari antara mereka, yaitu  Saul (1 Samuel 9-10). Namun, berdasarkan teologi Perjanjian Lama, orang yang disebut sebagai raja di Israel hanyalah seorang “wakil raja” atau “pelaksana raja” dan ia harus bertanggung jawab kepada Raja yang Agung di surga (Allah).[25]

3. Perjanjian Daud
Tuhan berjanji untuk menjadikan nama Daud besar (2 Samuel 7:9) yang menjanjikan suatu tenpat dimana Ia akan menanamkan Israel (2 Samuel 7:10), menjadikan negeri itu sebagai tempat yang aman (2 Samuel 17:10-11). Pengaruh dari perjanjian tersebut yaitu adanya pengharapan suatu hari kelak seorang raja dari keturunan Daud akan  datang yang akan memenuhi syarat dan mendatangkan pemulihan bagi perjanjian Daud sepenuhnya adalah dasar teologi Mesias sebagaimana yang kita lihat dalam kitab nabi-nabi. Y Pengaruh dari perjanjian tersebut yaitu adanya pengharapan suatu hari kelak seorang raja dari keturunan Daud akan  datang yang akan memenuhi syarat dan mendatangkan pemulihan bagi perjanjian Daud sepenuhnya adalah dasar teologi Mesias sebagaimana yang kita lihat dalam kitab nabi-nabi. Yeremia 33:14-22 barangkali merupakan pernyataan yang paling jelas sehubungan dengan hal ini, yang menggambarkan pembaharuan dari perjanjian Daud melalui seorang raja yang ideal dari garis keturunan Daud. Perjanjian Baru mengakui Yesus sebagai orang yang akan membawa pembaharuan dari perjanjian Daud. Dengan memenuhi ketetapan-ketetapannya, jalan terbuka untuk suatu kerajaan yang benar-benar abadi.

4. Penilaian mengenai Saul
Dalam hal ini  Saul mengalami kegagalan, yang dimana penyebabnya yaitu ketika Roh Tuhan turun terhadap Saul dan member kuasa kepadanya untuk melaksanakan tugas sebagai raja. Kemudian Roh diganti dengan roh jahat yang dari Tuhan (1 Samuel 16:14). Mulai dari saat itu dan seterusnya, Saul kehilangan kuasa dari Allah yang sangat diperlakukan untuk menjadi raja yang berhasil. Saul tidak mengambil keputusan-keputusan yang baik, ia juga tidak mempertahankan keadilan. Dengan demikian, Saul tidak dapat lagi melihat bahwa Allah memang sungguh berbeda dengan ilah-ilah lain.[26]

5. Penilaian mengenai Daud
Daud merupakan raja yang berhasil dalam kerajaanyadi dalam pertempuran yang condong kepada Allah dan ia memiliki kepekaan rohani.[27] Namun dia gagal, karena anak-anaknya yang saling berlawanan dan ia melakukan kesalahan yang serius terhadap Betsyeba (2 Samuel 11), sungguh jelas bahwa Daud bukan merupakan raja yang sempurna.[28] Hal ini dikarenakan bukan dari ketidaktahuannya akan kebenaran, namun karena dorongan hati yang mendesak oleh kebutuhan sesaat, sehingga dia tidak memikirkan sebab-akibat dari perbuatannya/pelanggarannya terhadap Allah. Kebohongannya mengakibatkan kematian banyak orang (1  Samuel 21), kemarahannya membahayakan penetapannya sebagai raja (1 Samuel 25), ketidakjujurannya menyebabkan ia orang-orang sipil (1 Samuel 27), hawa nafsu menjebaknya dalam komplotan pembunuhan (2 Samuel 11), ketidaksetiaannya untuk menjalankan disiplin yang tegas menyebabkan terjadinya pertumpahan darah di dalam keluarganya (2 Samuel 13-14), dan kesombongannya mendatangkan wabah yang menghancurkan seluruh negeri (2 Samuel 24).[29]

2.4. Penafsiran Kitab 1 Samuel 4:8-18
2.4.1. Cara Penafsiran dengan Metode Minjung;Korea dan Dalit;India
Mengenai cara penafsiran dengan Metode Minjung dan Dalit ini, kami penafsir berpandangan bahwa metode ini merupakan bagian dari Teologi Pembebasan yang pada umumnya dirangkum dengan satu metode, yaitu metode Kontekstual. Dengan demikian, kami memberikan penjelasan tentang metode ini, sama halnya dengan metode pembebasan.
Munculnya metode ini, berawal dari adanya sebuah gerakan pembebasan yang khususnya berkembang di wilayah dunia ketiga, dimana kehidupan kehidupan manusia berada dalam kemisikinan, penderitaan, kekurangan, makanan, serta rendahnya perlakuan hak asasi manusia, dll. Dengan situasi yang demikian, upaya yang dilakukan oleh gerakan pembebasan adalah berusaha menganalisis atau menguraikan alasan terhadap keberadaan yang memiskinkan itu.
Alkitab memberikan suatu garis pemikiran yang jelas akan pembebasan yang dilakukan Allah kepada umat-Nya dengan peristiwa Keluaran dari Mesir yang membebaskan Israel dari perbudakan dan ketertindasan. Peristiwa keluaran ini merupakan paradigma PL, dengan pengertian sosio-politik dari kerajaan Allah seperti paradigma PB. Disini yang menjadi pusat kaum adalah bahwa Allah berpihak kepada kaum miskin yang menderita. Allah hadir membela orang tertindas dan menentang para penindas serta memanggil orang-orang percaya untuk berkarya pada masa kini dalam pekerjaan yang manusiawi di dunia ini.  Dengan mengikuti metode ini, kita harus mendengar suara-suara dari mereka yang tidak diberikan hak (kita harus berada dipihak yang ditindas), menguji setiap kecaman yang bertentangan dengan kitab suci, serta melihat praduga yang tidak jelas dari arti yang benar dan khusus dari teks.[30]

2.4.2. Perbandingan Bahasa
Di dalam perbandingan bahasa, penafsir menggunakan NIV (New International Version), LAI (Lembaga Alkitab Indonesia), dan BT (Bible Batak Toba) yang pada akhirnya diperhadapkan dengan TM (teks Masorah/teks asli Ibrani).

Ayat 8
NIV     : woe to us “sengsaralah/terkutuklah kita!
LAI      : celakalah kita!
BT       : marjeama ma hita! “celakalah kita!
TM       : לׇ֔נוּ או֯י  “sengsaralah/terkutuklah kita!
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu NIV

NIV     : who will  deliver us “siapakah yang melepaskan/membebaskan kita
LAI      : siapakah yang menolong kita
BT       : tung ise ma paluahon hita “siapakah yang melepaskan kita
TM       : מִ֣ יַצִּילֵ֔נוּsiapakah yang melepaskan kita
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu NIV dan BT

NIV     : struck “memukul
LAI      : menghajar
BT       : mambunu “membunuh
TM       : הַֽמַּכִּםmemukul/menghantam
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu NIV

Ayat 9
NIV     : subject “menjadi sasaran
LAI      : budak
BT       : diparhatoban “diperbudak” kb: budak
TM       : פֶּן תַּעַבְדוּagar kamu tidak jadi budak
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu LAI dan BT

Ayat 10
NIV     : so the Philistines fought “lalu orang Philistin berperang
LAI      : lalu berperanglah orang Philistin
BT       : Jadi turtar ma halak Pilistin marmusu “lalu bergegaslah orang Philistin  bermusuhan
TM       : וַיִּלָּחְַמ֣וּdan/lalu berperanglah kamu” “kamu” disini yaitu Orang Philistin.
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu LAI dan NIV

Ayat 12
NIV     : his clothes torn “pakainnya berlumuran/dibasahi air mata
LAI      : pakaiannya terkoyak-koyak
BT       : Marpangkean na sinansanan “pakaian yang terkoyak-koyak/tersobek-sobek
TM       : וּמׇדׇּ֣ין קְרֻעִ֔יםdan pakainnya terkoyak
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu LAI dan BT

Ayat 13
NIV     : watching “mengamati/menonton
LAI      : menungu-nunggu
BT       : manatapnatap “mengamati
TM       : מְצַפֶּ֔הmengamati
Keputusan       : yang mendekati TM yaitu NIV dan BT

2.4.3. Kritik Aparatus
Ayat 8
Ayat 8a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata בַּמִּדְבׇּֽר yang merupakan kata “benda tunggal maskulin” dengan gabungan kata “depan”, yang artinya “in the wilderness (di Padang gurun)” yang akar katanya yaituמִדְבָּר  (padang gurun). Sedangkan dalam kritik aparatus menyatakan bahwa ada naskah-naskah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) yang merupakan kata depan juga sebagai kata kerja penghubung.
Kesimpulan       : Penafsir menerima usulan aparatus karena dengan usulan aparatus,  penafsir menjadi lebih mengerti sehingga lebih memperjelas Teks asli, yang dimana di dalam teks masorah memastikan bahwa ada penambahan kata depan.

Ayat 10
Ayat 10a: Dalam teks Masorah (TM) terdapat kata לְא֗הָלָ֔יו yang merupakan kata”benda maskulin orang ketiga tunggal dengan akhiran-akhiran (suffix jamak)” dengan gabungan kata “depan” yang artinya “to his home (menuju/ ke kemahnya)”. Yang akar katanya yaitu א֗הֶל artinya “kemah” .Sedangkan di dalam kritik aparatus menyatakan bahwa ada sejumlah (naskah) kecil yaitu 3-10 kodeks tulisan tangan. Menurut aparatus tersebut, ada penambahan kata לאהלו yang artinya menuju/ke kemah mereka dan dibandingkan dengan naskah-naskah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) juga dalam kodeks latin 1 di Perpustakaan Nasional Napoli, demikian juga di dalam kodeks London (abad keenam atau ketujuh) dan kodeks Wadi Natrun. 
Kesimpulan          : Penafsir menerima usulan dari aparatus, karena usulan aparatus memiliki perluasan makna dalam teks masorah yaitu yang dimana teks masorah menjelaskan kata ganti orang ketiga tunggal (nya), namun aparatus menjelaskan kata ganti orang ketiga jamak (mereka). Jelas kita ketahui bahwa orang-orang Israel terdiri banyak orang yang berperang, dengan ini penafsir menerima usulan dari aparatus.

Ayat 10b: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata וַיִּפ֗ל yang berarti “for there fell (mengalami kejatuhan)” yang merupakan bentuk dari “orang ketiga tunggal maskulin imperfect Qal”, yang akar katanya yaitu נָפַל (jatuh), Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa ada kodeks tulisan tangan berbahasa Ibrani, yang dimana biasanya naskah-naskah itu memuat bacaan yang lebih baik dalam bentuk koreksi pada teks naskah, disamping itu juga aparatus menambahkan kata ויפלו  yang artinya “dan mereka jatuh”, dibandingkan juga dengan kodeks terjemahan Yunani, dengan terjemahan kodeks Latin 1 di Perpustakaan Napoli, dengan terjemahan Syria (Pesytta) yang disusun menurut keselarasan saksi-saksi kodeks Ambrosius dan Poliglot London, dengan kodeks tulisan tangan atau terbitan menurut perangkat penelitian teks sperber, yang terakhir dibandingkan dengan terjemahan Latin Vulgata (yang tersebar umum), yang diterjemahkan oleh Hieronimus (345-420) dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Latin.
Kesimpulan       : penafsir menolak usulan dari aparatus, karena aparatus memperkabur makna teks itu sendiri.

Ayat 13a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata עַל־הַכִּסֵּא , yang merupakan bentuk dari  “kata depan dengan kata benda tunggal maskulin”, yang artinya diatas kursi/takhta. Yang akar katanya yaitu כִסֵּא  (kursi/takhta). Sedangkan aparatus menyatakan bahwa ada sejumlah kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli yang menurut salinan B.Fischer belum pernah diterbitkan dan menambahkan teks suam.
Kesimpulan          : Penafsir menolak usulan dari aparatus, karena penafsir tidak menemukan arti atau maksud dari teks suam, sehingga penafsir sulit menemukan apa yang di usulkan oleh aparatus.

Ayat 15a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata  וְעֵינָיו , yang merupakan “kata penghubung  dengan kata benda tunggal maskulin yang memiliki akhiran (suffix) jamak” yang artinya “and his eyes (dan matanya)”, yang akar katanya yaitu עַיִן (mata). Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa ada beberapa naskah yaitu 11-20 naskah tulisan berbahasa Ibrani seperti ־נו  (di dalam 1/2 Sam: bahwa qere dan ketib yang ditemukan dalam BHK/dalam biblica hebraica I, terbitan N.H.Snaith, tetapi tidak dalam semua kodeks yang didaftarkan dan menambahkan kata עיניו yang artinya matanya).
Kesimpulan            : Penafsir menerima usulan dari aparatus, karena dengan usulan aparatus membantu penafsir dalam menemukan makna dari teks masorah, bukan hanya itu, aparatus juga lebih memberikan penjelasan bagi penafsir terhadap teks masorah.

Ayat 15b: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata קׇמׇה , yang merupakan “kata kerja perfect orang ketiga tunggal feminim dari bentuk Qal” yang artinya “dia bangun/tetap/ berdiri” , yang akar katanya yaitu  קוּם (bangun, tetap, berdiri). Sedangkan aparatus menyatakan bahwa ada usulan membaca (qere) menurut ahli-ahli masorah wilayah Timur yang ditambahkan dengan kata קמו  yang artinya “mereka bangun” dan dibandingkan dengan terjemahan Yunani septuaginta, dibandingkan juga dengan Kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli yang belum diterbitkan, dibandingkan juga dengan kodeks terjemahan Yunani oleh Symmakhus, dengan kodeks Targum, dibandingkan juga dengan kodeks terjemahan Latin Vulgata yang diterjemahkan oleh Hieronimus dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Latin, maupun di dalam 1 Raja-raja 14:4.
Kesimpulan            : Penafsir menolak usulan dari aparatus, karena dengan usulan tersebut semakin memperkabur makna dari teks asli (TM).

Ayat 15c: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata יׇכו֗ל , yang merupakan “kata kerja perfect orang ketiga tunggal maskulin dari bentuk Qal”, yang berarti he could (dapat/sanggup). Yang akar katanya yaitu יׇכו֗ל (dapat,sanggup). Sedangkan di dalam aparatus menyatakan bahwa ada sejumlah kecil kodek yaitu 3-10 kodeks yang bertulis tangan. Aparatus mengusulkan kata יוכל yang artinya “to be able (menjadi mampu/sanggup)”.
Kesimpulan          : Penafsir menolak usulan aparatus, karena aparatus mengubah makna dari teks asli.

Ayat 15d: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata לִרְאו֗ת  yang terdiri dari “kata depan dengan kata kerja Infinitive construct dari bentuk Qal”, yang berarti to see (untuk melihat/melihat). Yang akar katanya yaitu רָאָה (melihat). Sedangkan di dalam aparatus menyatakan bahwa kata ini terdapat di dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta), dan di dalam kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli juga menggunakan kata ini dan menambahkan banyak kata, sabda, titah, kata-kata; Kel 2:25a.
Kesimpulan            : Penafsir menolak usulan dari aparatus, karena aparatus mempersulit penafsir mencari makna teks dan aparatus juga memperkabur makna teks itu sendiri.

Ayat 16a-a: Dalam teks masorah terdapat kata וַיּ֗אמֶר חָאִיש אֶל־עֵלׅי yang artinya dan laki-laki itu yang berkata kepada Eli. Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta) begitu juga di dalam kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli menggunakan kata ini. Aparatus juga mengusulkan dengan cara yang lain yaitu dengan membandingkan ayat 14.
Kesimpulan            : Penafsir menerima usulan dari aparatus, karena aparatus malah memberi informasi yang lebih jelas bagi penafsir.

Ayat 16b: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata הַמַּעֲרָכָה  yang terdiri dari “definite article dengan kata benda tunggal feminim” yang artinya the battle (peperangan/pertempuran itu). Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta) menawarkan kata παρεμβολης (Pasukan tentara, perkemahan) dan di dalam kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli juga menggunakan kata ini.
Kesimpulan            : Penafsir menolak usulan aparatus, karena aparatus memperkabur makna teks.

Ayat 17a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata לׅפְנֵי  yang terdiri dari “kata depan dengan kata benda jamak construct maskulin” yang artinya before (sebelum). Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa ada beberapa naskah tulisan tangan yaitu 11-20 naskah tulisan berbahasa Ibrani. Aparatus juga menyatakan bahwa ada nats-nats yang sering dikutip dalam sastra para Rabi dan sastra Yahudi pada abad pertengahan dengan menambahkan kata מפני  (sebelum dari), kata ini juga dibandingkan dengan terjemahan septuagita, dengan kodeks Latin 1 di Perpustakaan Nasional Napoli,  dengan perjanjian lama Siria, dan dibandingkan juga dengan kodeks yang bertulisan tangan menurut perangkat penelitian teks Sperber.
Kesimpulan              : Penafsir menolak usulan aparatus, karena aparatus tidak memberi penjelasan, malah memperkabur makna teks.

Ayat 18a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata כְּהַזְכִּירו֗ , yang terdiri dari “kata depan dengan kata kerja infinitve constract orang ketiga tunggal maskulin”, yang artinya he mentioned (dia menyebutkan). Yang akar katanya yaitu זָכָר (menyebut,mengigat). Sedangkan aparatus menyatakan bahwa ada beberapa kodeks yaitu 11-20 nats-nats yang sering dikutip dalam sastra para Rabi dan sastra Yahudi pada abad pertengahan. Aparatus juga mengusulkan kata בה dibandingkan juga dengan kodeks Targum terbitan pertama, Leiria (Portugal), 1494.
Kesimpulan          : Penafsir menolak usulan dari aparatus, karena penafsir sulit menemukan arti dari usulan aparatus tersebut.

2.4.4. Terjemahan Akhir
Ayat 8    : “terkutuklah kita! Siapakah yang melepaskan kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini? Inilah juga Allah, yang telah memukul orang Mesir dengan berbagai tulah di Padang gurun.”
Ayat 9    : “Kuatkanlah hatimu dan berlakukah seperti laki-laki, hai orang Filistin, supaya kamu tidak menjadi budak orang Ibrani itu, seperti mereka dahulu menjadi budakmu. Berlakulah seperti laki-laki dan berperanglah!”
Ayat 10  : “Lalu berperanglah orang Filistin, sehingga orang Israel terpukul kalah. Mereka melarikan diri masing-masing ke kemah mereka. Amatlah besar kekalahan itu: dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki.”
Ayat 11  : “Lagipula tabut Allah dirampas dan kedua anak Eli Hofni dan Pinehas, tewas.”
Ayat 12  : “Seorang dari suku Benyamin lari dari barisan pertempuran dan pada hari itu juga ia sampai ke Silo dengan pakaian terkoyak-koyak dan dengan tanah di kepalanya.”
Ayat 13  : “Ketika ia sampai, Eli sedang duduk di kursi di tepi jalan sedang mengamati, sebab hatinya berdebar-debar karena tabut Allah itu. Ketika orang itu masuk ke kota dan menceritakan kabar itu, berteriaklah seluruh kota itu”.
Ayat 14  : “Ketika Eli mendengar bunyi teriakan itu, bertanyalah ia: keributan apakah itu? Lalu bersegeralah orang itu mendapatkan Eli dan memberitahukan kepadanya.”
Ayat 15  : “Eli sudah sembilan puluh delapan tahun umurnya dan matanya bular, sehingga ia tidak dapat melihat  lagi.”
Ayat 16  : “Kata orang itu  kepada Eli: Aku datang dari medan pertempuran; baru hari ini aku melarikan diri dari medan pertempuran. Kata Eli: bagaimana keadaannya anakku?”
Ayat 17  : “Jawab pembawa kabar itu: orang Israel melarikan diri hadapan Filistin; kekalahan yang besar telah di derita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah telah dirampas.”
Ayat 18  : “Ketika disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah Eli telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia mati. Sebab telah tua dan gemuk orangnya. Empat puluh tahun lamanya ia memerintah sebagai hakim atas orang Israel.”

2.4.5. Tafsiran
Ayat 8-11
Dalam ayat ini, yang menjadi penindas yaitu bangsa Israel dan Allah. Yang tertindas yaitu Bangsa Filistin.
Sejak pengembaraan mereka di gurun Sinai, orang Israel ditemani oleh tabut perjanjian, sebagai lambang kehadiran Tuhan di  tengah mereka yang dapat disentuh (Kel 37:1-9). Tabut perjanjian merupakan berupa kotak dari kayu yang dilapisi emas, sebagai tempat loh batu yang memuat hukum yang diberikan kepada Musa di Gunung Sinai (Kel 19-20). Selama masa Eli, kepemimpinan Israel di pusatkan pada tabut. Kendati tidak bersabda, Tuhan tetap hadir di tengah-tengah mereka. Bahkan ketika dikuasai musuh, tabut itu tetap melakukan sesuatu yang merugikan musuh demi  keuntungan Israel. Bagian kisah ini memperlihatkan orang Israel yang jauh ketinggalan dibandingkan musuhnya yaitu orang Filistin, yang mencoba menggunakan kehadiran Tuhan untuk memperoleh kemenangan.[31]
Di dalam ayat 2, disana dijelaskan bahwa pada awal pertempuran dengan bangsa Filistin, terjadi kekalahan yang menimpa bangsa Israel oleh orang-orang Filistin sehingga menewaskan kira-kira empat ribu orang. Dengan peristiwa tersebut, pada akhirnya mereka membawa Tabut Perjanjian dengan harapan, agar Tuhan bersama-sama hadir dengan mereka dan memukul kalah orang-orang Filistin. Mendegar hal yang demikian, dalam ayat 8 dijelaskan bahwa adanya ketakutan bagi orang-orang Filistin, karena dengan kehadiran Allah di tengah-tengah bangsa Israel, menyebabkan bencana bagi orang Mesir, mereka menakutkan bahwa kejadian yang sama kemungkinan akan dialami orang Filistin.
Dalam hal ini, kami penafsir menganggap bahwa yang sebagai pihak tertindas dalam ayat ini yaitu orang-orang Filistin, karena mereka kuatir dan ketakutan, yang dimana dengan kehadiran Allah ditengah-tengah bangsa Israel, akan mengalahkan mereka (orang Filistin). Dalam ayat 9, orang-orang Filistin yang berada dalam keadaan tertindas yang dari pada Allah, namun menjadikan motivasi bagi mereka untuk tetap berjuang dan berperang demi mempertahankan negeri dan kekuasaan mereka, untuk tidak menjadi budak dari orang-orang Israel sebagaimana mereka dahulu telah memperbudak orang-orang Israel. Di dalam ayat yang ke-10 dan 11, disana dijelaskan bahwa dari keadaan yang tertindas, akhirnya mereka mengalami kemenangan yang besar, yang menewaskan orang-orang Israel tiga puluh ribu orang dan tabut Allah pun mereka rampas, dan juga menewaskan kedua anak Eli yakni Hofni dan Pinehas.
Dalam ayat ini secara tersirat, kita memperoleh bahwa adanya sikap pantang menyerah dan tetap berjuang tanpa lelah di dalam keadaan tertindas, yang pada akhirnya menemukan hasil yang luar biasa. Dalam ayat-ayat sebelumnya, juga memberikan pesan bagi kita, yaitu mengapa orang Israel terpukul kalah oleh orang-orang Filistin, karena mereka memanfaatkan tabut perjanjian sebagai jimat di dalam hendak berperang. Walaupun mereka sadar bahwa Allah yang bertanggung jawab atas kekalahan Israel, tapi yang menjadi permasalahannya yaitu mereka (orang-orang Israel) berpendapat bahwa kehadiran tabut perjanjian secara jasmani akan menentukan kemenangan. Tabut perjanjian dianggap selaku takhta Allah.[32]

Ayat 12-18
Dalam ayat ini, yang menjadi penindas yaitu orang-orang Filistin. Dan yang tertindas yaitu orang-orang Israel dan Eli.
Dari penjelasan diatas  yang menjelaskan bahwa adanya kekalahan besar yang dialami oleh bangsa Israel, sehingga menyebabkan jatuhnya korban yang menewaskan tiga puluh ribu orang-orang Israel, tewasnya anak-anak Eli dan bahkan yang memperihatinkan yaitu dirampasnya tabut perjanjian. Dalam hal ini, yang menjadi pihak tertindas yaitu bangsa Israel dan Eli. Hal-hal itu merupakan malapetaka terbesar bagi bangsa Israel pada saat itu. Tabut perjanjian, yang menurut kepercayaan mereka melambangkan kemahakuasaan TUHAN di antara umat-Nya, ternyata telah dirampas oleh suatu bangsa asing yang menyembah dewa-dewi lain. TUHAN telah menjanjikan tanah Palestina kepada Abraham dan keturunannya, namun telah dirampas oleh orang-orang Filistin. Silo yang menjadi pusat persekutuan keduabelas suku Israel dan tempat berlangsungnya upacara pembaharuan Perjanjian setiap tahun, telah dihancurkan. [33]
Peristiwa ini mengakibatkan berkabungnya bangsa Israel. Dalam ayat 13 menjelaskan bahwa kota berteriak, maksudnya disana bahwa seluruh rakyat disana sangat terpukul dengan peristiwa yang menimpa mereka.
Peristiwa ini juga menyebabkan kematian Eli, karena disaat dia mendengar peristiwa dirampasnya tabut tersebut, dia terkejut dan jatuh telentang dari kursinya dengan batang leher patah (ay. 18). Sebab, Eli tidak pernah menyangka bahwa tabut itu akan dirampas oleh orang-orang Filistin. Dirampasnya tabut, hal itu  tidak terlepas dari kematian anak-anak Eli yang sebagai penanggung jawab tabut itu saat berperang. Eli tidak sanggup menanggung hal itu, karena selama ia menjadi hakim bangsa Israel empat puluh tahun lamanya, tidak pernah mengalami yang demikian karena dia adalah seorang yang taat kepada Allah. Jika kita lihat kejadian selanjutnya mengenai tabut perjanjian tersebut, dirampasnya tabut perjanjian oleh orang-orang Filistin menjadi bencana bagi mereka dan bahkan mempermalukan orang-orang Filistin, sebab kepala dewa yang mereka sembah terpotong.
Dalam hal ini, kita menemukan pesan bahwa adanya pertanggung jawaban Eli terhadap tabut yang dirampas oleh orang-orang Filistin. Karena ia merupakan seorang pemimpin pada saat itu sebelum Samuel. Dan juga rasa Empati yang tinggi dari kalangan Israel.


[1] A.A.Yewangoe,Theologia Crucis Di Asia(Jakarta:BPK-GM,2006),120-130
[2] Stevri I. Lumintang,Theologia Abu-Abu; Pluralisme Agama(Jawa Timur:Gandum Mas,2004),397
[3] A.A.Yewangoe,Theologia Crucis Di Asia,152-160
[4] E.G.Singgih,Apa itu Teologi(Jakarta:BPK-GM,2007),68
[6] E.G.Singgih,Apa itu Teologi,68
[7] Michael Amaladoss,Teologi Pembebasan di Asia(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2001),58
[8] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama(Jakarta:BPK-GM,2009),64
[9] WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z(Jakarta:YKBK-OMF,2008),354
[10] W.R.F.Browning,Kamus Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2011),398
[11]WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z,353
[12] Donald Guthrie,Tafsiran Alkitab Masa Kini 1(Jakarta:YKBK-OMF,1983),438
[13] W.S.Lasor,Pengantar Perjanjian Lama I(Jakarta:BPK-GM,2010),326
[14] J.Blomendal,Pengantar Kepada Perjanjian Lama(Jakarta:BPK-GM,2003),80
[15] Willam McKane,I dan II Samuel(London:SCM Press,1963),19-31
[16] Denis Green,Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama(Jawa Timur:Gandum Mas,2008),87
[17] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama(Malang:Gandum Mas,2008),301
[18] Denis Green,Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama,88
[19] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,301
[20] WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z,354
[21] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,312-320
[22] J.Blomendal,Pengantar Kepada Perjanjian Lama,78
[23] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama,65
[24] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,314
[25] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama,65
[26] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,317-319
[27] Ibid,310
[28] Denis Green,Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama,88
[29] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,319-320
[30] A.A.Sitompul & Ulrich Beyer,Metode Penafsiran Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2006),335-337
[31] Dianne Bergant & Robert J. Karris,Tafsir Alkitab Perjanjian Lama(Yogyakarta:Kanisius,2002),280
[32] D.F Payne:I & II Samuel, Tafsiran Alkitab Masa Kini(Jakarta:YKBK/OMF,2002),445-446
[33] David F. Hinson,Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2004),111-112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar