Tafsiran
terhadap 1 Samuel 4:8-18
melalui
Metode
Penafsiran Kontekstual (Minjung;Korea dan Dalit;India)
I.
Pendahuluan
Agar
kita dapat mengerti, memahami dan merefleksikan Firman Allah (Alkitab), maka
perlu dilakukan suatu penafsiran atau adanya usaha untuk melakukan pendekatan
terhadap Alkitab itu sendiri. Usaha pendekatan tersebut bukan bertujuan untuk
mengurangi atau tidak mempercayai Alkitab, melainkan mencari makna yang
tersembunyi dari Alkitab. Karena seperti yang telah kita ketahui bahwa sangat
sulit bagi kita untuk mencerna pesan apa yang hendak disampaikan Alkitab bagi
kita, dan bagaimana kita untuk menjawab keadaan dalam situasi yang sekarang,
sehingga bisa direfleksikan dan direlevansikan dalam kehidupan sekarang ini.
Usaha
pendekatan ini disebut dengan hermeneutika. Dalam melakukan pekerjaan
hermeneutika, ada beberapa metode pendekatan yang hendak kita lakukan. Nah, pada kesempatan kali ini, kami penyaji
akan melakukan penafsiran dengan metode Minjung dan Dalit, dimana teks yang
kami tafsir yaitu 1 Samuel 4:8-18. Semoga dengan sajian kali ini, dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan bagi kita mengenai penafsiran kami ini. Kami
juga menghimbau kepada kawan-kawan sekalian, agar sudi kiranya memberikan
berbagai sumbangan pemikiran, baik itu kritik dan saran yang bertujuan untuk
memperlengkapi sajian kali ini.
II.
Pembahasan
2.1.
Minjung;Korea
Minjung
adalah mereka yang disingkirkan dan di rampok subjectivitasnya dalam sejarah
oleh kelas yang berkuasa. Cyrus H Moon memahami bahwa kata Minjung sebagai
gabungan dari dua huruf Cina, yaitu: min dan
jung, yang dapat diterjemahkan
sebagai rakyat, atau massa rakyat. Secara konkrit, minjung adalah “kaum tak punya”. Mereka adalah petani, buruh,
nelayan, penganggur, dll. Mereka menderita
penindasan politik, penghisapan ekonomi, pencemoohan sosial dan
keterasingan budaya. Meskipun mereka dalam posisi ketertindasan, mereka bukan
hanya pasif, melainkan mereka menjadi tiang-tiang bangsa yang mempertahankan
Korea dari ekspansi kekuatan-kekuatan asing. Dalam kaitan ini, jikalau terjadi
serangan dari bangsa–bangsa asing, sementara raja-raja, kaum elit bangsawan dan
bahkan para jenderal lari menyelamatkan diri ketika pasukan-pasukan asing
seperti Mogol, Jepang, dan Cina menyerbu Korea, selalulah kaum minjung ini yang mengorganisir
kekuatan-kekuatan gerliya, menganggu pasukan-pasukan yang menyerbu dan
menjadikan pendudukan mereka tidak
tertahankan. Namun, ketika perang berakhir, minjung
kembali disingkirkan dan dilupakan. Medali dibagi-bagikan diantara para
elit tanpa sedikitpun memperhatikan peranan minjung
dalam perang-perang tersebut.
Para
teolog Minjung Korea memandang Minjung sebagai mereka yang telah
memprotes dan membrontak terhadap situasi mereka yang tertindas. Minjung mencoba melepaskan diri mereka
dari situasi yang menyengsarakan, meskipun hasil perjuagan-perjuangan mereka
seringkali membawa mereka pada penindasan yang lebih besar. Salah satu
kemungkinan untuk mengungkapkan penderitaan dan kerinduan mereka terjadi lewat
bahasa khusus yaitu han. Han ini adalah salah satu unsur hakiki dari
religiositas Minjung, yang diperlukan
untuk memahami tanggapan minjung terhadap penindasan. Han ini merupakan suatu kemarahan, tetapi hal itu membangkitkan
suatu perasaan yang lebih luas ketimbang
kerinduan yang mendalam agar keadilan dilaksanakan.[1]
Para
teolog mengidentifikasikan pengalaman minjung sama halnya dengan Keluaran sebagai
kunci peristiwa pembebasan sebagai tindakan Allah sendiri dalam pergumulan
manusia. Dalam hal ini dikatakan bahwa Allah mendengar tangisan manusia dari
tempat-tempat perjuangan di seluruh dunia, yaitu tangisan orang-orang yang di
tolak, orang yang didiskriminasi, rasisme; tangisan rakyat yang berada di bawah
kediktatoran, tangisan orang miskin yang menjadi orang asing di tanahnya yang
dikuasai oleh kapitalisme, tangisan orang-orang yang dipenjarakan karena
ideologi politik seperti komunisme.[2]
Suh Nam Dong adalah salah satu teolog yang memandang bahwa peristiwa eksodus
ini sebagai salah satu paradigma bagi teologi minjung. Ia mengaitkan peristiwa
eksodus ini, sebagai salah satu dari dua peristiwa inti bagi keselmatan umat
Allah, dengan penyaliban dan kebangkitan Yesus. Ia juga berpandangan bahwa
kesuluruhan kesaksian Alkitab dapat
dijelaskan dan dipahami dalam arti dua peristiwa historis ini. Allah Eksodus
sangat berarti bagi kondisi historis mereka. Tindakan Allah yang membebaskan
terhadap Israel kelihatannya dengan sendirinya jelas bagi orang-orang Kristen
di Korea.
Dalam
hal ini juga, di mata para teolog Minjung, Yesus benar-benar merupakan bagian
dari minjung, dan bukan hanya sekedar untuk kaum minjung. Ahn Byung Mu
menyatakan bahwa Yesus selalu berdiri pada pihak yang tertindas, yang berduka
dan yang lemah. Keberpihakan Yesus kepada kaum tertindas membuat kelas yang
berkuasa mencurigai-Nya. Hal ini membawa-Nya ke salib. Salib dipandang sebagai
lambang penderitaan yang intens. Akibatnya, salib dan penyaliban Yesus memegang
kedudukan penting di Korea. Penderitaan yang Yesus alami dalam peristiwa
penyaliban ini secara langsung berkaitan dengan penderitaan mereka, khususnya
pada masa pendudukan Jepang. Rakyat mengidentifikasikan diri dengan penderitaan
Yesus pada salib. Salib menjadi lambang bagi salib-salib mereka. Salib ini juga
dipandang sebagai pembentukan solidaritas mesianis dengan minjung yang
menderita melalui partisipasi Yesus dalam penderitaan yang historis.[3]
2.2.
Dalit;India
Istilah Dalit
berarti terpecah, tertindas. Dalit
adalah sebutan bagi lapisan masyarakat yang paling rendah di India, yang juga
disebut paria atau harijan. Kaum dalit merupakan kaum yang
selalu dihina terus dan tidak
diperhatikan. Posisi social mereka berada dibawah keempat kasta India
(Kasta Brahmana, Ksatria, waisya, dan sudra). Tempat perempuan dalit lebih
rendah lagi. Malah, sebagian orang menyebut bahwa kaum perempuan merupakan
“dalit ditengah-tengah kaum dalit”.[4] Kaum
Dalit biasanya bisanya bekerja sebagai pekerja sewaan oleh para tuan tanah. Secara
ekonomi kaum Dalit termasuk miskin, pekerjaan mereka menjadi budak dan memiliki
penghasilan yang sangat rendah, sedangkan secara politis mereka tidak memiliki
kuasa. Mereka
juga merupakan kaum minoritas yang tidak dapat bersosialisasi, bahkan
penggunaan fasilitas-fasilitas umum misalnya sumur dan kuil dilarang digunakan. Dari sisi keagamaan kaum
Dalit dikenal sebagai kaum yang tercermar dalam ritus keagamaan.
Teologi dalit adalah cabang teologi Kristen yang
membicarakan tema pembebasan terhadap system kasta di India. Teologi ini muncul
sekitar tahun 1980 sebagai bentuk keprihatinan terhadap kemisikinan dan
peminggiran yang dialami oleh kasta rendah di India.[5]
Teologi Dalit mendukung gerakan yang memerangi system kasta, baik di luar
maupun di dalam gereja. Mereka berusaha memerangi rasa minder yang sering
begitu kuat bercokol di antara mereka.[6]
Kaum dalit adalah kaum yang benar-benar tertindas,
mereka adalah pekerja yang tidak bertanah dan mejadi pekerja sewaan yang tidak adil,
tempat pemukman mereka dikuasai oleh orang-orang kaya, mereka adalah
orang-orang yang tersingkir yang tinggal di pinggiran desa-desa yang lain, yang
tidak mempunyai derajat social dengan orang lain. Dalam perjuangan merebut
kemerdekaan oleh kaum dalit, Dr.Ambedkar seorang pemimpin kaum dalit UUD
demokratis Republik India, ia menghapuskan secara hukum mengenai kaum dalit dan
tidak boleh disentuh. Hal ini mendorong oprang-orang yang berkuasa dan kaya
semakin keras menindas mereka. Dimana kekejaman kepada kaum dalit semakin
meningkat, sehingga orang Kristen dalit peka dan protes mengenai perlakuan yang
tidak adil.
Seorang tokoh yang bernama A.P.Nirmal mengemukakan
dasar teologis dari teologi dalit, yaitu Ulangan 26:5-9, yang menjadi titik
tolak dimana di dalamnya terdapat seruan kepada Allah mengenai perhatian Allah
kepda oran-orang yang tertindas, yang menderita, yang kesusahan dan sengsara.
Dimana Allah mampu mengeluarkan bangsa Israel dari tanah Mesir dengan
kekuatan-Nya. Oleh karena itu, tujuannya adalah agar Allah menunjukkan
mujizat-Nya bagi kaum dalit yang membuat kejadian-kejadian yang menggemparkan
musuh dan hingga pada akhirnya memberikan tanah yang subur dan kaya. Ia juga
mengatakan bahawa Allah agama Kristiani adalah Allah dalit. Dimana kaum dalit
adalah pelayan masyarakat, sehingga Allah agama Kristiani adalah Allah yang
melayani. Orang-orang Kristen juga berfokus terhadap setiap diskriminasi yang
harus dihapuskan dengan segera pada tingkat keagamaan supaya melakukan
pendamaian. Mereka mempersatukan dengan mengadakan perjamuan bersama yang
berdasar dari Yesus yang mengadakan perjamuan malam. Dan bukan hanya itu, orang
Kristen juga mendukung dalam hal politik, tindakan moral dan social antara satu
dengan yang lain. Orang Kristen mencoba melawan ketidakadilan dengan cara
gerekan-gerakan damai yang menyadarkan para penindas.[7]
2.3.
Pembahasan Kitab Samuel
2.3.1.
Pengertian Kitab
Nama
“samuel” dalam 1 Samuel 1:28, berarti: meminta dari pada Tuhan dan menyerahkan
kepada Tuhan. Nama Samuel ini mungkin sekali berarti nama Allah (EL) yang
dimana namanya juga berasal dari bahasa Ibrani yang disebut dengan sa’al artinya yang diminta. Samuel ini merupakan hakim yang terakhir sekaligus
nabi yang mengurapi Saul dan Daud sebagai raja.[8] Nama Samuel ini juga pernah dihubungkan
dengan salah satu kota yang lebih kecil (1 Samuel 19:18-19), nama itu berarti
“nama Allah” atau “nama Ilahi”.[9]
Samuel ini adalah putra dari Elkana dan Hana (1 Samuel 1). Ia diserahkan oleh
ibunya untuk pelayanan Tuhan di Silo, dimana Ia dibesarkan.[10]
Kitab-kitab Samuel mencatat peralihan Israel dari pemerintahan teokrasi menjadi
monarki, pemerintahan Saul, dan pemerintahan Daud. Hidup dan tindakan-tindakan
Samuel, Sael, dan Daud mencakup kurun waktu ± 100 tahun, antara tahun 1050
sampai 950 sM.[11]
2.3.2. Penulis dan waktu penulisan
Kitab
Secara
umum, judul itu bukanlah mengartikan bahwa Samuel penulisnya. Ini mustahil
karena kematiannya telah dikemukakan dalam 1 Samuel 25:1, yaitu catatan yang
singkat tentang kematian Samuel.[12]
Namun, menurut tradisi orang Yahudi, Samuel merupakan pengarang dari kedua
kitab Samuel, mungkin karena dia mempunyai peranan yang dominan dalam 1 Samuel
1-25. Mungkin saja beberapa bahan dalam Kitab 1 Samuel berasal dia, khususnya
sejarah awal Daud, sebagaimana dinyatakan dalam 1 Tawarikh 29:29-30, demikian
isinya: “sesungguhnya, riwayat raja Daud
dari awal sampai akhir tertulis dalam riwayat Samuel, pelihat itu dan di dalam
riwayat nabi Natan, dan dalam riwayat nabi Gad, pelihat itu, beserta segala
hidupnya sebagai raja dan kepahlawannya dan keadaan zaman yang dialaminya dan
dialami Israel dan segala kerajaan di negeri-negeri lainnya”.[13]
Kitab Samuel ini dulu dipandang sebagai bagian dari sejarah Raja-raja (I,II
Raja-Raja). Didalam Septuaginta dan Vulgata, I dan II Samuel dan I dan II
Raja-Raja pada awalnya digabung menjadi satu buku dengan 4 jilid, yang disebut
dengfan I,II,III dan IV Raja-Raja. Dalam Kitab Samuel ada beberapa pasal yang
dipengaruhi oleh sumber D.[14]
Namun, McKane menyatakan bahwa kitab ini merupakan sebuah komposisi
dokumen-dokumen dan kemudian diredaksi oleh para penulis Deuteronomis. Namun,
pendapat mengenai seberapa jauh pengaruh sejarawan Deoteronomis dalam kitab ini
masih perdebatan dalam kalangan para ahli.[15]
Mengenai
waktu penulisan kitab, kejadian ini merupakan catatan peralihan Israel dari
pemerintahan teokrasi dari hidup dan tindakan-tindakan Samuel, Saul dan Daud,
maka sekitar tahun 900 sM kemungkinan yang paling dahulu untuk penulisan kitab
ini.[16]
2.3.3. Tujuan dan Pesan Penulisan
Kitab
Tujuan
Dalam
bukunya Andrew & John H.Walton menyatakan bahwa tujuan utama dari kitab ini
yaitu bersifat teologi, yang dimana kitab ini menceritakan sejarah perjanjian
Daud. Hal ini dapat menunjukkan kepada pembaca bahwa Daud bukan seorang perebut
takhta[17]
dan pembaca juga dapat mengerti sebab-sebab terjadinya perubahan pada dasar
pemerintahan bangsa Israel (dari
teokrasi menjadi kerajaan, I Samuel 8:4-7), serta pembaca juga dapat mengetahui
sebab-penyebab dari kegagalan Saul dalam mencapai kebesaran yang sejati, dan
jika kita lihat dari sejarah Daud yang dimana terdapat pelajaran tentang
sifat-sifat, kepribadian dan makna yang dituntut dari seorang yang ingin
menjadi pemimpin umat Allah.[18]
Pesan
Kami
penyaji mengambil Pesan utama kitab ini dari buku Andrew & John H.Walton
yang menyatakan bahwa perjanjian Daud ditetapkan oleh Allah, rakyat bisa saja
memilih seorang raja sebagaimana pemilihan Saul dan Daud, namun yang menjadi
raja yang agung yaitu Allah sendiri.[19]
2.3.4. Struktur Kitab
Mengenai
struktur kitab, kami penyaji mengutip dari WJM/S/HAO, yaitu:
a. Tahun-tahun pertama Samuel (1 Samuel 1:1 s/d 4:17)
(i). Samuel dan Eli (1:1 s/d
3:21)
(ii).Perang dengan Filistin (4:1
s/d 7:14)
b. Samuel dan Saul (7:15 s/d 15:35)
(i). Saul menjadi raja (7:15 s/d
12:25)
(ii).Perang dengan Filistin (13:1
s/d 14:52)
(iii).Amalekh kalah (15:1-35)
c. Saul dan Daud (16:1 s/d 31:13)
(i). Daud tiba di Istana raja
(16:1 s/d 17:58)
(ii).Daud dan Yonatan (18:1 s/d
20:42)
(iii).Daud sebagai pelarian (21:1
s/d 26:25)
(iv).Daud di Negeri Filistin
(27:1 s/d 30:31)
(v). Saul kalah dan mati, beserta
Yonatan (31:1-13)[20]
Mengenai
tema-tema kitab ini, kami penyaji lebih sependapat dengan Andrew E.Hill &
John H.Walton, yaitu:
1. Tabut Perjanjian
Tabut
Perjanjian ini merupakan peralatan ke agamaan yang penting dalam bangsa Israel,
yang dimana tabut perjanjian itu hanya dianggap sebagai penunjuk kaki dari
tahkta Yahwe. Namun, pada masa itu bangsa Israel membawa tabut perjanjian ke
medan perang yang menganggap bahwa dengan membawa tabut tersebut, maka Allah
tidak akan membiarkan diri-Nya ditangkap dan bangsa Israel akan menang.
Sayangnya, orang Israel menyalahgunakan tabut perjanjian, dengan demikian
bangsa Israel menjadi memberhalakan tabut perjanjian itu ketika melawan orang
Filistin. Contoh yang paling terkemuka dari penyalahgunaan ini, tercatat dalam
1 Samuel 4, ketika anak-anak Eli memutuskan untuk membawa tabut ke medan
pertempuran dalam usaha untuk memastikan kemenangan mereka atas orang-orang
Filistin. Akan tetapi, Tuhan tidak mengizinkan tindakan manipulasi seperti itu.
Tuhan sendiri yang mengatur keluar masuknya tabut perjanjian. Dalam hal ini diperjelas
bahwa tabut perjanjian tidaklah direbut, melainkan hanya meninggalkan
Israel dan di tangan orang-orang
Filistin (1 Samuel 4:21). Tabut perjanjian pun dikembalikan setelah beberapa
peristiwa yang luar biasa di Asdod, Gat dan Ekron.[22]
2. Jabatan Raja
Dalam
kitab 1 Samuel tampak beberapa pendapat yang berbeda mengenai pembentukan
kerajaan Israel. Samuel sendiri berharap supaya kedua anaknya meneruskan
pemerintahannya sebagai hakim (1 Samuel 8:1-2). Sedangkan rakyat lebih suka
bila seorang raja menjadi kepala negara, dengan dua alasan, yaitu: pertama,
kejahatan anak-anak Samuel (ayat 3, 5a); kedua, keinginan agar cara
pemerintahan Israel di sesuaikan dengan keadaan dunia pada waktu itu (ayat 5b,
20).[23]
Dari
segi pandangan Alkitabiah, jabatan raja atas Israel merupakan hak-hak istimewa
Yahwe. Fungsi raja merupakan pemelihara keadilan hak dalam pengertian domestik
dalam masyarakat maupun pengertian internasional, namun orang-orang pada zaman
Samuel memandang jabatan raja merupakan seorang pelepas, justru denfan
pandangan jabatan raja yang seperti itu yang menyebabkan Allah murka.[24]
:Lagi pula jika dilihat dari segi teologi, Allah sendirilah Raja Israel (ayat
7). Akhirnya permohonan rakyat pun disetujui dan seorang raja dipilih dari
antara mereka, yaitu Saul (1 Samuel
9-10). Namun, berdasarkan teologi Perjanjian Lama, orang yang disebut sebagai
raja di Israel hanyalah seorang “wakil raja” atau “pelaksana raja” dan ia harus
bertanggung jawab kepada Raja yang Agung di surga (Allah).[25]
3. Perjanjian Daud
Tuhan berjanji
untuk menjadikan nama Daud besar (2 Samuel 7:9) yang menjanjikan suatu tenpat
dimana Ia akan menanamkan Israel (2 Samuel 7:10), menjadikan negeri itu sebagai
tempat yang aman (2 Samuel 17:10-11). Pengaruh dari perjanjian tersebut yaitu
adanya pengharapan suatu hari kelak seorang raja dari keturunan Daud akan datang yang akan memenuhi syarat dan
mendatangkan pemulihan bagi perjanjian Daud sepenuhnya adalah dasar teologi
Mesias sebagaimana yang kita lihat dalam kitab nabi-nabi. Y Pengaruh dari perjanjian
tersebut yaitu adanya pengharapan suatu hari kelak seorang raja dari keturunan
Daud akan datang yang akan memenuhi
syarat dan mendatangkan pemulihan bagi perjanjian Daud sepenuhnya adalah dasar
teologi Mesias sebagaimana yang kita lihat dalam kitab nabi-nabi. Yeremia 33:14-22 barangkali merupakan pernyataan yang
paling jelas sehubungan dengan hal ini, yang menggambarkan pembaharuan dari
perjanjian Daud melalui seorang raja yang ideal dari garis keturunan Daud.
Perjanjian Baru mengakui Yesus sebagai orang yang akan membawa pembaharuan dari
perjanjian Daud. Dengan memenuhi ketetapan-ketetapannya, jalan terbuka untuk
suatu kerajaan yang benar-benar abadi.
4. Penilaian mengenai Saul
Dalam hal ini
Saul mengalami kegagalan, yang dimana penyebabnya yaitu ketika Roh Tuhan
turun terhadap Saul dan member kuasa kepadanya untuk melaksanakan tugas sebagai
raja. Kemudian Roh diganti dengan roh jahat yang dari Tuhan (1 Samuel 16:14).
Mulai dari saat itu dan seterusnya, Saul kehilangan kuasa dari Allah yang
sangat diperlakukan untuk menjadi raja yang berhasil. Saul tidak mengambil
keputusan-keputusan yang baik, ia juga tidak mempertahankan keadilan. Dengan
demikian, Saul tidak dapat lagi melihat bahwa Allah memang sungguh berbeda
dengan ilah-ilah lain.[26]
5. Penilaian mengenai Daud
Daud merupakan raja yang berhasil dalam kerajaanyadi
dalam pertempuran yang condong kepada Allah dan ia memiliki kepekaan rohani.[27]
Namun dia gagal, karena anak-anaknya yang saling berlawanan dan ia melakukan
kesalahan yang serius terhadap Betsyeba (2 Samuel 11), sungguh jelas bahwa Daud bukan merupakan raja yang sempurna.[28]
Hal ini dikarenakan bukan dari ketidaktahuannya akan kebenaran, namun karena
dorongan hati yang mendesak oleh kebutuhan sesaat, sehingga dia tidak
memikirkan sebab-akibat dari perbuatannya/pelanggarannya terhadap Allah.
Kebohongannya mengakibatkan kematian banyak orang (1 Samuel 21), kemarahannya membahayakan
penetapannya sebagai raja (1 Samuel 25), ketidakjujurannya menyebabkan ia orang-orang
sipil (1 Samuel 27), hawa nafsu menjebaknya dalam komplotan pembunuhan (2
Samuel 11), ketidaksetiaannya untuk menjalankan disiplin yang tegas menyebabkan
terjadinya pertumpahan darah di dalam keluarganya (2 Samuel 13-14), dan
kesombongannya mendatangkan wabah yang menghancurkan seluruh negeri (2 Samuel
24).[29]
2.4.
Penafsiran Kitab 1 Samuel 4:8-18
2.4.1.
Cara Penafsiran dengan Metode Minjung;Korea dan Dalit;India
Mengenai
cara penafsiran dengan Metode Minjung dan Dalit ini, kami penafsir berpandangan
bahwa metode ini merupakan bagian dari Teologi Pembebasan yang pada umumnya
dirangkum dengan satu metode, yaitu metode Kontekstual. Dengan demikian, kami
memberikan penjelasan tentang metode ini, sama halnya dengan metode pembebasan.
Munculnya
metode ini, berawal dari adanya sebuah gerakan pembebasan yang khususnya
berkembang di wilayah dunia ketiga, dimana kehidupan kehidupan manusia berada
dalam kemisikinan, penderitaan, kekurangan, makanan, serta rendahnya perlakuan
hak asasi manusia, dll. Dengan situasi yang demikian, upaya yang dilakukan oleh
gerakan pembebasan adalah berusaha menganalisis atau menguraikan alasan
terhadap keberadaan yang memiskinkan itu.
Alkitab
memberikan suatu garis pemikiran yang jelas akan pembebasan yang dilakukan
Allah kepada umat-Nya dengan peristiwa Keluaran dari Mesir yang membebaskan
Israel dari perbudakan dan ketertindasan. Peristiwa keluaran ini merupakan
paradigma PL, dengan pengertian sosio-politik dari kerajaan Allah seperti
paradigma PB. Disini yang menjadi pusat kaum adalah bahwa Allah berpihak kepada
kaum miskin yang menderita. Allah hadir membela orang tertindas dan menentang
para penindas serta memanggil orang-orang percaya untuk berkarya pada masa kini
dalam pekerjaan yang manusiawi di dunia ini.
Dengan mengikuti metode ini, kita harus mendengar suara-suara dari
mereka yang tidak diberikan hak (kita harus berada dipihak yang ditindas),
menguji setiap kecaman yang bertentangan dengan kitab suci, serta melihat
praduga yang tidak jelas dari arti yang benar dan khusus dari teks.[30]
2.4.2.
Perbandingan Bahasa
Di
dalam perbandingan bahasa, penafsir menggunakan NIV (New International
Version), LAI (Lembaga Alkitab Indonesia), dan BT (Bible Batak Toba) yang pada
akhirnya diperhadapkan dengan TM (teks Masorah/teks asli Ibrani).
Ayat 8
NIV : woe to us “sengsaralah/terkutuklah
kita!”
LAI : celakalah kita!
BT : marjeama ma hita! “celakalah
kita!”
TM : לׇ֔נוּ או֯י “sengsaralah/terkutuklah kita!”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu NIV
NIV : who will deliver us “siapakah yang melepaskan/membebaskan kita”
LAI : siapakah yang menolong kita
BT : tung ise ma paluahon hita “siapakah yang melepaskan kita”
TM : מִ֣ יַצִּילֵ֔נוּ “siapakah yang melepaskan kita”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu NIV dan BT
NIV : struck “memukul”
LAI : menghajar
BT : mambunu “membunuh”
TM : הַֽמַּכִּם “memukul/menghantam”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu NIV
Ayat 9
NIV : subject “menjadi sasaran”
LAI : budak
BT : diparhatoban “diperbudak” kb: budak
TM : פֶּן תַּעַבְדוּ “agar kamu tidak jadi budak”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu LAI dan BT
Ayat 10
NIV : so the Philistines fought “lalu
orang Philistin berperang”
LAI : lalu berperanglah orang Philistin
BT : Jadi turtar ma halak Pilistin marmusu “lalu bergegaslah orang Philistin bermusuhan”
TM : וַיִּלָּחְַמ֣וּ “ dan/lalu berperanglah kamu” “kamu” disini yaitu Orang Philistin.
Keputusan : yang mendekati TM yaitu LAI dan NIV
Ayat 12
NIV : his clothes torn “pakainnya
berlumuran/dibasahi air mata”
LAI : pakaiannya terkoyak-koyak
BT : Marpangkean na sinansanan “pakaian yang terkoyak-koyak/tersobek-sobek”
TM : וּמׇדׇּ֣ין קְרֻעִ֔ים “dan pakainnya terkoyak”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu LAI dan BT
Ayat 13
NIV : watching “mengamati/menonton”
LAI : menungu-nunggu
BT : manatapnatap “mengamati”
TM : מְצַפֶּ֔ה “mengamati”
Keputusan : yang mendekati TM yaitu NIV dan BT
2.4.3.
Kritik Aparatus
Ayat 8
Ayat 8a: Dalam teks masorah (TM)
terdapat kata בַּמִּדְבׇּֽר yang merupakan kata “benda tunggal maskulin” dengan gabungan
kata “depan”, yang artinya “in the wilderness (di Padang gurun)” yang akar katanya yaituמִדְבָּר (padang gurun). Sedangkan
dalam kritik aparatus menyatakan bahwa ada naskah-naskah terjemahan Yunani dari
Perjanjian Lama (Septuaginta) yang merupakan kata depan juga sebagai kata kerja
penghubung.
Kesimpulan
: Penafsir menerima usulan aparatus
karena dengan usulan aparatus, penafsir
menjadi lebih mengerti sehingga lebih memperjelas Teks asli, yang dimana di
dalam teks masorah memastikan bahwa ada penambahan kata depan.
Ayat 10
Ayat
10a: Dalam teks Masorah (TM) terdapat kata לְא֗הָלָ֔יו yang merupakan kata”benda maskulin orang ketiga tunggal dengan
akhiran-akhiran (suffix jamak)” dengan gabungan kata “depan” yang artinya “to
his home (menuju/ ke kemahnya)”. Yang
akar katanya yaitu א֗הֶל artinya
“kemah” .Sedangkan di dalam kritik aparatus menyatakan bahwa ada sejumlah
(naskah) kecil yaitu 3-10 kodeks tulisan tangan. Menurut aparatus tersebut, ada
penambahan kata לאהלו yang
artinya menuju/ke kemah mereka dan
dibandingkan dengan naskah-naskah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama
(Septuaginta) juga dalam kodeks latin 1 di Perpustakaan Nasional Napoli,
demikian juga di dalam kodeks London (abad keenam atau ketujuh) dan kodeks Wadi
Natrun.
Kesimpulan : Penafsir menerima usulan dari
aparatus, karena usulan aparatus memiliki perluasan makna dalam teks masorah
yaitu yang dimana teks masorah menjelaskan kata ganti orang ketiga tunggal
(nya), namun aparatus menjelaskan kata ganti orang ketiga jamak (mereka). Jelas
kita ketahui bahwa orang-orang Israel terdiri banyak orang yang berperang,
dengan ini penafsir menerima usulan dari aparatus.
Ayat
10b: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata וַיִּפ֗ל yang berarti “for there fell (mengalami kejatuhan)” yang
merupakan bentuk dari “orang ketiga tunggal maskulin imperfect Qal”, yang akar
katanya yaitu נָפַל (jatuh), Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa ada kodeks
tulisan tangan berbahasa Ibrani, yang dimana biasanya naskah-naskah itu memuat
bacaan yang lebih baik dalam bentuk koreksi pada teks naskah, disamping itu
juga aparatus menambahkan kata ויפלו yang artinya “dan mereka
jatuh”, dibandingkan juga dengan kodeks terjemahan Yunani, dengan terjemahan
kodeks Latin 1 di Perpustakaan Napoli, dengan terjemahan Syria (Pesytta) yang
disusun menurut keselarasan saksi-saksi kodeks Ambrosius dan Poliglot London,
dengan kodeks tulisan tangan atau terbitan menurut perangkat penelitian teks
sperber, yang terakhir dibandingkan dengan terjemahan Latin Vulgata (yang
tersebar umum), yang diterjemahkan oleh Hieronimus (345-420) dari bahasa Ibrani
ke dalam bahasa Latin.
Kesimpulan : penafsir menolak usulan dari aparatus,
karena aparatus memperkabur makna teks itu sendiri.
Ayat
13a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata
עַל־הַכִּסֵּא , yang
merupakan bentuk dari “kata depan dengan
kata benda tunggal maskulin”, yang artinya diatas
kursi/takhta. Yang akar katanya yaitu כִסֵּא (kursi/takhta).
Sedangkan aparatus menyatakan bahwa ada sejumlah kodeks Latin 1, Perpustakaan
Nasional Napoli yang menurut salinan B.Fischer belum pernah diterbitkan dan
menambahkan teks suam.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan dari
aparatus, karena penafsir tidak menemukan arti atau maksud dari teks suam, sehingga penafsir sulit menemukan
apa yang di usulkan oleh aparatus.
Ayat
15a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata
וְעֵינָיו , yang merupakan “kata penghubung dengan kata benda tunggal maskulin yang
memiliki akhiran (suffix) jamak” yang artinya “and his eyes (dan matanya)”,
yang akar katanya yaitu עַיִן (mata).
Sedangkan dalam aparatus menyatakan bahwa ada beberapa naskah yaitu 11-20
naskah tulisan berbahasa Ibrani seperti ־נו (di dalam 1/2 Sam: bahwa
qere dan ketib yang ditemukan dalam BHK/dalam biblica hebraica I, terbitan N.H.Snaith, tetapi tidak dalam semua
kodeks yang didaftarkan dan menambahkan kata עיניו yang artinya matanya).
Kesimpulan : Penafsir menerima usulan dari
aparatus, karena dengan usulan aparatus membantu penafsir dalam menemukan makna
dari teks masorah, bukan hanya itu, aparatus juga lebih memberikan penjelasan
bagi penafsir terhadap teks masorah.
Ayat
15b: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata קׇמׇה , yang merupakan “kata kerja perfect orang ketiga tunggal
feminim dari bentuk Qal” yang artinya “dia bangun/tetap/ berdiri” , yang akar
katanya yaitu קוּם (bangun, tetap, berdiri). Sedangkan aparatus menyatakan bahwa
ada usulan membaca (qere) menurut ahli-ahli masorah wilayah Timur yang
ditambahkan dengan kata קמו yang artinya “mereka bangun” dan dibandingkan
dengan terjemahan Yunani septuaginta, dibandingkan juga dengan Kodeks Latin 1,
Perpustakaan Nasional Napoli yang belum diterbitkan, dibandingkan juga dengan
kodeks terjemahan Yunani oleh Symmakhus, dengan kodeks Targum, dibandingkan
juga dengan kodeks terjemahan Latin Vulgata yang diterjemahkan oleh Hieronimus
dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Latin, maupun di dalam 1 Raja-raja 14:4.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan dari
aparatus, karena dengan usulan tersebut semakin memperkabur makna dari teks
asli (TM).
Ayat
15c: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata יׇכו֗ל , yang merupakan “kata kerja perfect orang ketiga tunggal
maskulin dari bentuk Qal”, yang berarti he
could (dapat/sanggup). Yang akar
katanya yaitu יׇכו֗ל (dapat,sanggup). Sedangkan di dalam aparatus menyatakan bahwa
ada sejumlah kecil kodek yaitu 3-10 kodeks yang bertulis tangan. Aparatus
mengusulkan kata יוכל yang
artinya “to be able (menjadi mampu/sanggup)”.
Kesimpulan
: Penafsir menolak usulan
aparatus, karena aparatus mengubah makna dari teks asli.
Ayat
15d: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata לִרְאו֗ת yang terdiri dari “kata
depan dengan kata kerja Infinitive construct dari bentuk Qal”, yang berarti to see (untuk melihat/melihat). Yang akar katanya yaitu רָאָה (melihat). Sedangkan di dalam aparatus menyatakan bahwa kata
ini terdapat di dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta), dan
di dalam kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli juga menggunakan kata ini
dan menambahkan banyak kata, sabda, titah, kata-kata; Kel 2:25a.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan dari
aparatus, karena aparatus mempersulit penafsir mencari makna teks dan aparatus
juga memperkabur makna teks itu sendiri.
Ayat 16a-a:
Dalam teks masorah terdapat kata וַיּ֗אמֶר חָאִיש אֶל־עֵלׅי yang artinya dan
laki-laki itu yang berkata kepada Eli. Sedangkan dalam aparatus menyatakan
bahwa dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta) begitu juga di
dalam kodeks Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli menggunakan kata ini.
Aparatus juga mengusulkan dengan cara yang lain yaitu dengan membandingkan ayat
14.
Kesimpulan : Penafsir menerima usulan dari
aparatus, karena aparatus malah memberi informasi yang lebih jelas bagi
penafsir.
Ayat 16b:
Dalam teks masorah (TM) terdapat kata הַמַּעֲרָכָה yang terdiri dari “definite
article dengan kata benda tunggal feminim” yang artinya the battle (peperangan/pertempuran itu). Sedangkan dalam aparatus
menyatakan bahwa dalam terjemahan Yunani dari perjanjian lama (septuaginta)
menawarkan kata παρεμβολης (Pasukan tentara, perkemahan) dan di dalam kodeks
Latin 1, Perpustakaan Nasional Napoli juga menggunakan kata ini.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan aparatus,
karena aparatus memperkabur makna teks.
Ayat 17a:
Dalam teks masorah (TM) terdapat kata לׅפְנֵי yang terdiri dari “kata
depan dengan kata benda jamak construct maskulin” yang artinya before (sebelum). Sedangkan dalam
aparatus menyatakan bahwa ada beberapa naskah tulisan tangan yaitu 11-20 naskah
tulisan berbahasa Ibrani. Aparatus juga menyatakan bahwa ada nats-nats yang sering
dikutip dalam sastra para Rabi dan sastra Yahudi pada abad pertengahan dengan
menambahkan kata מפני (sebelum dari), kata ini juga dibandingkan
dengan terjemahan septuagita, dengan kodeks Latin 1 di Perpustakaan Nasional
Napoli, dengan perjanjian lama Siria,
dan dibandingkan juga dengan kodeks yang bertulisan tangan menurut perangkat
penelitian teks Sperber.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan
aparatus, karena aparatus tidak memberi penjelasan, malah memperkabur makna
teks.
Ayat
18a: Dalam teks masorah (TM) terdapat kata כְּהַזְכִּירו֗ , yang terdiri dari “kata depan dengan kata kerja infinitve
constract orang ketiga tunggal maskulin”, yang artinya he mentioned (dia menyebutkan). Yang akar katanya yaitu זָכָר (menyebut,mengigat). Sedangkan aparatus menyatakan bahwa ada
beberapa kodeks yaitu 11-20 nats-nats yang sering dikutip dalam sastra para
Rabi dan sastra Yahudi pada abad pertengahan. Aparatus juga mengusulkan kata בה dibandingkan juga dengan kodeks Targum terbitan pertama, Leiria
(Portugal), 1494.
Kesimpulan : Penafsir menolak usulan dari
aparatus, karena penafsir sulit menemukan arti dari usulan aparatus tersebut.
2.4.4.
Terjemahan Akhir
Ayat 8 : “terkutuklah kita! Siapakah yang
melepaskan kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini? Inilah juga Allah,
yang telah memukul orang Mesir dengan berbagai tulah di Padang gurun.”
Ayat 9 : “Kuatkanlah hatimu dan berlakukah seperti
laki-laki, hai orang Filistin, supaya kamu tidak menjadi budak orang Ibrani itu,
seperti mereka dahulu menjadi budakmu. Berlakulah seperti laki-laki dan
berperanglah!”
Ayat 10 : “Lalu berperanglah orang Filistin, sehingga
orang Israel terpukul kalah. Mereka melarikan diri masing-masing ke kemah
mereka. Amatlah besar kekalahan itu: dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu
orang pasukan berjalan kaki.”
Ayat 11 : “Lagipula tabut Allah dirampas dan kedua
anak Eli Hofni dan Pinehas, tewas.”
Ayat 12 : “Seorang dari suku Benyamin lari dari
barisan pertempuran dan pada hari itu juga ia sampai ke Silo dengan pakaian
terkoyak-koyak dan dengan tanah di kepalanya.”
Ayat 13 : “Ketika ia sampai, Eli sedang duduk di kursi
di tepi jalan sedang mengamati, sebab hatinya berdebar-debar karena tabut Allah
itu. Ketika orang itu masuk ke kota dan menceritakan kabar itu, berteriaklah
seluruh kota itu”.
Ayat 14 : “Ketika Eli mendengar bunyi teriakan itu,
bertanyalah ia: keributan apakah itu? Lalu bersegeralah orang itu mendapatkan
Eli dan memberitahukan kepadanya.”
Ayat 15 : “Eli sudah sembilan puluh delapan tahun
umurnya dan matanya bular, sehingga ia tidak dapat melihat lagi.”
Ayat 16 : “Kata orang itu kepada Eli: Aku datang dari medan
pertempuran; baru hari ini aku melarikan diri dari medan pertempuran. Kata Eli:
bagaimana keadaannya anakku?”
Ayat 17 : “Jawab pembawa kabar itu: orang Israel
melarikan diri hadapan Filistin; kekalahan yang besar telah di derita oleh
rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah
telah dirampas.”
Ayat 18 : “Ketika disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah
Eli telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia
mati. Sebab telah tua dan gemuk orangnya. Empat puluh tahun lamanya ia
memerintah sebagai hakim atas orang Israel.”
2.4.5.
Tafsiran
Ayat
8-11
Dalam
ayat ini, yang menjadi penindas yaitu bangsa Israel dan Allah. Yang tertindas
yaitu Bangsa Filistin.
Sejak
pengembaraan mereka di gurun Sinai, orang Israel ditemani oleh tabut
perjanjian, sebagai lambang kehadiran Tuhan di
tengah mereka yang dapat disentuh (Kel 37:1-9). Tabut perjanjian
merupakan berupa kotak dari kayu yang dilapisi emas, sebagai tempat loh batu
yang memuat hukum yang diberikan kepada Musa di Gunung Sinai (Kel 19-20).
Selama masa Eli, kepemimpinan Israel di pusatkan pada tabut. Kendati tidak
bersabda, Tuhan tetap hadir di tengah-tengah mereka. Bahkan ketika dikuasai
musuh, tabut itu tetap melakukan sesuatu yang merugikan musuh demi keuntungan Israel. Bagian kisah ini
memperlihatkan orang Israel yang jauh ketinggalan dibandingkan musuhnya yaitu
orang Filistin, yang mencoba menggunakan kehadiran Tuhan untuk memperoleh
kemenangan.[31]
Di
dalam ayat 2, disana dijelaskan bahwa pada awal pertempuran dengan bangsa
Filistin, terjadi kekalahan yang menimpa bangsa Israel oleh orang-orang
Filistin sehingga menewaskan kira-kira empat ribu orang. Dengan peristiwa
tersebut, pada akhirnya mereka membawa Tabut Perjanjian dengan harapan, agar
Tuhan bersama-sama hadir dengan mereka dan memukul kalah orang-orang Filistin.
Mendegar hal yang demikian, dalam ayat 8 dijelaskan bahwa adanya ketakutan bagi
orang-orang Filistin, karena dengan kehadiran Allah di tengah-tengah bangsa
Israel, menyebabkan bencana bagi orang Mesir, mereka menakutkan bahwa kejadian
yang sama kemungkinan akan dialami orang Filistin.
Dalam
hal ini, kami penafsir menganggap bahwa yang sebagai pihak tertindas dalam ayat
ini yaitu orang-orang Filistin, karena mereka kuatir dan ketakutan, yang dimana
dengan kehadiran Allah ditengah-tengah bangsa Israel, akan mengalahkan mereka
(orang Filistin). Dalam ayat 9, orang-orang Filistin yang berada dalam keadaan
tertindas yang dari pada Allah, namun menjadikan motivasi bagi mereka untuk
tetap berjuang dan berperang demi mempertahankan negeri dan kekuasaan mereka,
untuk tidak menjadi budak dari orang-orang Israel sebagaimana mereka dahulu
telah memperbudak orang-orang Israel. Di dalam ayat yang ke-10 dan 11, disana
dijelaskan bahwa dari keadaan yang tertindas, akhirnya mereka mengalami
kemenangan yang besar, yang menewaskan orang-orang Israel tiga puluh ribu orang
dan tabut Allah pun mereka rampas, dan juga menewaskan kedua anak Eli yakni
Hofni dan Pinehas.
Dalam
ayat ini secara tersirat, kita memperoleh bahwa adanya sikap pantang menyerah
dan tetap berjuang tanpa lelah di dalam keadaan tertindas, yang pada akhirnya
menemukan hasil yang luar biasa. Dalam ayat-ayat sebelumnya, juga memberikan
pesan bagi kita, yaitu mengapa orang Israel terpukul kalah oleh orang-orang
Filistin, karena mereka memanfaatkan tabut perjanjian sebagai jimat di dalam
hendak berperang. Walaupun mereka sadar bahwa Allah yang bertanggung jawab atas
kekalahan Israel, tapi yang menjadi permasalahannya yaitu mereka (orang-orang
Israel) berpendapat bahwa kehadiran tabut perjanjian secara jasmani akan
menentukan kemenangan. Tabut perjanjian dianggap selaku takhta Allah.[32]
Ayat
12-18
Dalam
ayat ini, yang menjadi penindas yaitu orang-orang Filistin. Dan yang tertindas
yaitu orang-orang Israel dan Eli.
Dari
penjelasan diatas yang menjelaskan bahwa
adanya kekalahan besar yang dialami oleh bangsa Israel, sehingga menyebabkan
jatuhnya korban yang menewaskan tiga puluh ribu orang-orang Israel, tewasnya
anak-anak Eli dan bahkan yang memperihatinkan yaitu dirampasnya tabut
perjanjian. Dalam hal ini, yang menjadi pihak tertindas yaitu bangsa Israel dan
Eli. Hal-hal itu merupakan malapetaka terbesar bagi bangsa Israel pada saat
itu. Tabut perjanjian, yang menurut kepercayaan mereka melambangkan
kemahakuasaan TUHAN di antara umat-Nya, ternyata telah dirampas oleh suatu
bangsa asing yang menyembah dewa-dewi lain. TUHAN telah menjanjikan tanah
Palestina kepada Abraham dan keturunannya, namun telah dirampas oleh
orang-orang Filistin. Silo yang menjadi pusat persekutuan keduabelas suku
Israel dan tempat berlangsungnya upacara pembaharuan Perjanjian setiap tahun,
telah dihancurkan. [33]
Peristiwa
ini mengakibatkan berkabungnya bangsa Israel. Dalam ayat 13 menjelaskan bahwa
kota berteriak, maksudnya disana bahwa seluruh rakyat disana sangat terpukul
dengan peristiwa yang menimpa mereka.
Peristiwa
ini juga menyebabkan kematian Eli, karena disaat dia mendengar peristiwa
dirampasnya tabut tersebut, dia terkejut dan jatuh telentang dari kursinya
dengan batang leher patah (ay. 18). Sebab, Eli tidak pernah menyangka bahwa
tabut itu akan dirampas oleh orang-orang Filistin. Dirampasnya tabut, hal itu tidak terlepas dari kematian anak-anak Eli
yang sebagai penanggung jawab tabut itu saat berperang. Eli tidak sanggup
menanggung hal itu, karena selama ia menjadi hakim bangsa Israel empat puluh
tahun lamanya, tidak pernah mengalami yang demikian karena dia adalah seorang
yang taat kepada Allah. Jika kita lihat kejadian selanjutnya mengenai tabut
perjanjian tersebut, dirampasnya tabut perjanjian oleh orang-orang Filistin
menjadi bencana bagi mereka dan bahkan mempermalukan orang-orang Filistin,
sebab kepala dewa yang mereka sembah terpotong.
Dalam
hal ini, kita menemukan pesan bahwa adanya pertanggung jawaban Eli terhadap
tabut yang dirampas oleh orang-orang Filistin. Karena ia merupakan seorang
pemimpin pada saat itu sebelum Samuel. Dan juga rasa Empati yang tinggi dari
kalangan Israel.
[1] A.A.Yewangoe,Theologia Crucis Di Asia(Jakarta:BPK-GM,2006),120-130
[2] Stevri I. Lumintang,Theologia Abu-Abu; Pluralisme Agama(Jawa Timur:Gandum Mas,2004),397
[3] A.A.Yewangoe,Theologia Crucis Di Asia,152-160
[8] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama(Jakarta:BPK-GM,2009),64
[9] WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z(Jakarta:YKBK-OMF,2008),354
[10] W.R.F.Browning,Kamus Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2011),398
[11]WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z,353
[12] Donald Guthrie,Tafsiran Alkitab Masa Kini 1(Jakarta:YKBK-OMF,1983),438
[13] W.S.Lasor,Pengantar Perjanjian Lama I(Jakarta:BPK-GM,2010),326
[14] J.Blomendal,Pengantar Kepada Perjanjian Lama(Jakarta:BPK-GM,2003),80
[15] Willam McKane,I dan II Samuel(London:SCM
Press,1963),19-31
[16] Denis Green,Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama(Jawa Timur:Gandum Mas,2008),87
[17] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama(Malang:Gandum Mas,2008),301
[18] Denis Green,Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama,88
[19] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,301
[20] WJM/S/HAO,Ensklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid II M-Z,354
[21] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,312-320
[22] J.Blomendal,Pengantar Kepada Perjanjian Lama,78
[23] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama,65
[24] Andrew E.Hill dan John H.Walton,Survei Perjanjian Lama,314
[25] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama,65
[30] A.A.Sitompul & Ulrich Beyer,Metode Penafsiran Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2006),335-337
[31] Dianne Bergant & Robert J. Karris,Tafsir Alkitab Perjanjian Lama(Yogyakarta:Kanisius,2002),280
[32] D.F Payne:I & II Samuel, Tafsiran Alkitab Masa Kini(Jakarta:YKBK/OMF,2002),445-446
[33] David F. Hinson,Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab(Jakarta:BPK-GM,2004),111-112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar